KANKER SERVIKS
TINJAUAN TEORI
A. Kanker
Serviks
1.
Pengertian
Menurut (Diananda, 2008) cancer
cerviks atau kanker pada mulut rahim adalah kanker yang terjadi pada serviks
uterus,suatu daerah pada organ reproduksi wanita yang merupakan pintu masuk
kearah rahim yang terletak antara rahim (uterus) dengan liang sanggama
(vagina).
Sedangkan
menurut (Manuaba, 2002) kanker serviks adalah penyakit akibat tumor ganas pada
daerah mulut rahim sebagai akibat dari adanya pertumbuhan jaringan yang tidak
terkontrol dan merusak jaringan normal di sekitarnya. Perkembangan keganasan
mulut rahim berjalan sangat lambat, tetapi ironisnya sebagian besar kedatangan
penderita sudah dalam stadium lanjut, sehingga pengobatan tidak memuaskan
2.
Etiologi dan Faktor Resiko
Menurut
(Alan and Nathan, 2007) faktor risiko epidemiologis terbesar untuk kanker
serviks yaitu infeksi Human Papiloma
Virus (HPV), yang merupakan awal dari perkembangan neoplasi leher rahim. HPV
DNA ditemukan pada 99,7% dari seluruh karsinoma leher rahim. Tipe HPV 16 ialah
yang paling sering ditemukan pada jenis karsinoma sel skuamosa dan tipe HPV 18
paling sering ditemukan pada adenokarsinoma. Faktor risiko lain yang berkaitan
ialah keadaan imunosupresi, infeksi HIV atau memiliki riwayat terkena penyakit
menular seksual, merokok, paritas tinggi dan penggunaan kontrasepsi oral.
Etiologi
kanker serviks menurut (Sjamsuddin, 2001) adalah sebagai berikut:
a. Perilaku
seksual
Banyak faktor yang disebut-sebut
mempengaruhi terjadinya kanker serviks. Telaah pada berbagai penelitian
epidemiologi menunjukkan bahwa golongan wanita yang mulai melakukan hubungan
seksual pada usia kurang dari 20 tahun atau mempunyai pasangan seksual yang
berganti-ganti lebih beresiko untuk menderita kanker serviks. Tinjauan
kepustakaan mengenai etiologi kanker serviks menunjukkan bahwa faktor resiko
lain yang penting adalah hubungan seksual suami dengan wanita tuna susila (WTS)
dan dari sumber itu membawa penyebab kanker (karsinogen) kepada istrinya. Data
epidemiologi yang tersusun sampai akhir abad 20, menyikap kemungkinan adanya
hubungan antara kanker serviks dengan agen yang dapat menimbulkan
infeksi.Karsinogen ini bekerja di daerah transformasi, menghasilkan suatu gradasi
kelainan permulaan keganasan, dan paling berbahaya bila terpapar dalam waktu 10
tahun setelah menarche.Keterlibatan peranan pria terlihat dari adanya korelasi
antara kejadian kanker serviks dengan kanker penis di wilayah tertentu. Lebih
jauh meningkatnya kejadian tumor pada wanita monogami yang suaminya sering
berhubungan seksual dengan banyak wanita lain menimbulkan konsep “Pria Beresiko
Tinggi” sebagai vektor dari agen yang dapat menimbulkan infeksi.
Banyak penyebab yang dapat menimbulkan
kanker serviks, tetapi penyakit ini sebaiknya digolongkan ke dalam penyakit
akibat hubungan seksual (PHS).Penyakit kelamin dan keganasan serviks keduanya
saling berkaitan secara bebas, dan diduga terdapat korelasi non-kausal antara
beberapa penyakit akibat hubungan seksual dengan kanker serviks.
b. Kontrasepsi
Kondom dan diafragma dapat memberikan
perlindungan. Kontrasepsi oral yang dipakai dalam jangka panjang yaitu lebih
dari 5 tahun dapat meningkatkan resiko relatif 1,53 kali. WHO melaporkan resiko
relatif pada pemakaian kontrasepsi oral sebesar 1,9 kali dan meningkat sesuai
dengan lamanya pemakaian
c. Merokok
Tembakau mengandung bahan-bahan karsinogen
baik yang dihisap sebagai rokok/sigaret atau dikunyah.Asap rokok menghasilkan polycyclic aromatic hydrocarbon heterocyclic
nitrosamines. Pada wanita perokok konsentrasi nikotin pada getah serviks 56
kali lebih tinggi dibandingkan di dalam serum.Efek langsung bahan-bahan
tersebut pada serviks adalah menurunkan status imun lokal sehingga dapat
menjadi kokarsinogen infeksi virus
d. Nutrisi
Banyak sayur dan buah mengandung
bahan-bahan antioksidan dan berkhasiat mencegah kanker misalnya alvokat,
brokoli, kol, wortel, jeruk, anggur, bawang, bayam, tomat. Dari beberapa
penelitian ternyata defisiensi asam folat (folic acid), vitamin C, vitamin E,
beta karoten/retinol dihubungkan dengan dengan peningkatan resiko kanker
serviks. Vitamin E, vitamin C dan beta karoten mempunyai khasiat antioksidan
yang kuat.
Antioksidan dapat melindungi DNA/RNA
terhadap pengaruh buruk radikal bebas yang terbentuk akibat oksidasi karsinogen
bahan kimia.Vitamin E banyak terdapat dalam minyak nabati (kedelai, jagung,
biji-bijian dan kacang-kacangan).Vitamin C banyak terdapat dalam sayur-sayuran
dan buah-buahan
3.
Gejala Kanker Serviks
Gejala
Perubahan prekanker pada serviks biasanya tidak menimbulkan gejala dan
perubahan ini tidak terdeteksi kecuali jika wanita tersebut menjalani
pemeriksaan panggul dan Pap smear (Calvagna, 2007).
Gejala
biasanya baru muncul ketika sel serviks yang abnormal berubah menjadi keganasan
dan menyusup ke jaringan di sekitarnya. Pada saat ini menurut (Calvagna, 2007) akan
timbul gejala seperti berikut:
a.
Perdarahan
vagina yang abnormal, terutama diantara 2 menstruasi, setelah melakukan hubungan
seksual dan setelah menopause
b.
Menstruasi
abnormal (lebih lama dan lebih banyak)
c.
Keputihan
yang menetap, dengan cairan yang encer, berwarna pink, coklat, mengandung darah
atau hitam serta berbau busuk
Gejala dari kanker serviks stadium
lanjut menurut (Calvagna, 2007) antara
lain:
a.
Nafsu
makan berkurang, penurunan berat badan, kelelahan
b.
Nyeri
panggul, punggung atau tungkai
c.
Dari
vagina keluar air kemih atau tinja
d.
Patah
tulang (fraktur).
Menurut
(Calvagna, 2007) perubahan awal yang terjadi pada sel leher rahim tidak selalu
merupakan suatu tanda-tanda kanker. Pemeriksaan Pap smear yang teratur sangat
diperlukan untuk mengetahui lebih dini adanya perubahan awal dari sel-sel
kanker. Perubahan sel-sel kanker selanjutnya dapat menyebabkan perdarahan
setelah aktivitas sexual atau diantara masa menstruasi.
Keputihan
merupakan gejala yang sering ditemukan. Getah yang keluar dari vagina ini makin
lama akan berbau busuk akibat infeksi dan nekrosis jaringan. Dalam hal
demikian, pertumbuhan tumor menjadi ulseratif. Perdarahan yang dialami segera
sehabis senggama (disebut sebagai perdarahan kontak) merupakan gejala karsinoma
serviks (75-80%) (Calvagna, 2007).
Perdarahan
yang timbul akibat terbukanya pembuluh darah makin lama akan lebih sering
terjadi, juga diluar senggama (perdarahan spontan). Perdarahan spontan umumnya
terjadi pada tingkat klinik yang lebih lanjut (II atau III), terutama pada
tumor yang bersifat eksofitik. Pada wanita usia lanjut yang sudah menopause
bilaman mengidap kanker serviks sering terlambat datang meminta pertolongan. Perdarahan
sponta saat defekasi akibat tergesernya tumor eksofitik dari serviks oleh
skibala, memaksa mereka datang ke dokter.Adanya perdarahan spontan pervaginam
saat berdefekasi, perlu dicurigai kemungkinan adanya karsinoma serviks tingkat
lanjut.Adanya bau busuk yang khas memperkuat dugaan adanya karsinoma.Anemia
yang menyertai sebagai akibat perdarahan pervaginam yang berulang.Rasa nyeri
akibat infiltrasi sel tumor ke serabut saraf, memerlukan pembiusan umum untuk
dapat melakukan pemeriksaan dalam yang cermat, khususnya pada lumen vagina yang
sempit dan dinding yang sklerotik dan meradang (Calvagna, 2007).
Gejala
lain yang dapat timbul ialah gejala-gejala yang disebabkan oleh metastasis
jauh. Sebelum tingkat akhir (terminal stage), penderita meninggal akibat
perdarahan yang eksesif, kegagalan faal ginjal (CRF=Chronic Renal Failure) akibat infiltrasi tumor ke ureter sebelum
memasuki kadung kemih, yang menyebabkan obstruksi total. Membuat diagnosis
karsinoma serviks uterus yang klinis sudah agak lanjut tidaklah sulit. Yang
menjadi masalah ialah bagaimana mendiagnosis dalam tingkat yang sangat awal,
misalnya dalam tingkat pra-invasif, lebih baik bila mendiagnosisnya dalam
tingkatan pra-maligna (displasia/diskariosis serviks) (Calvagna, 2007).
4.
Diagnosis
Menurut (Calvagna, 2007)
diagnosis ditegakkan berdasarkan gejala dan hasil pemeriksaan berikut:
a. Pap
smear.
Pap smear dapat mendeteksi sampai 90%
kasus kanker serviks secara akurat dan dengan biaya yang tidak terlalu
mahal.Akibatnya angka kematian akibat kanker servikspun menurun sampai lebih
dari 50%.Setiap wanita yang telah aktif secara seksual atau usianya telah
mencapai 18 tahun, sebaiknya menjalani Pap smear secara teratur yaitu 1
kali/tahun.Jika selama 3 kali berturut-turut menunjukkan hasil yang normal, Pap
smear bisa dilakukan 1 kali/2-3tahun.
Hasil pemeriksaan Pap smear
menunjukkan stadium dari kanker serviks:
1)
Normal.
2)
Displasia
ringan (perubahan dini yang belum bersifat ganas).
3)
Displasia
berat (perubahan lanjut yang belum bersifat ganas).
4)
Karsinoma
in situ (kanker yang terbatas pada lapisan serviks paling luar)
5)
Kanker
invasif (kanker telah menyebar ke lapisan serviks yang lebih dalam atau ke
organ tubuh lainnya).
b. Biopsi.
Biopsi
dilakukan jika pada
pemeriksaan panggul tampak
suatu pertumbuhan atau luka pada
serviks, atau jika Pap smear menunjukkan
suatu abnormalitas atau kanker
c. Kolposkop.
Kolposkop
adalah suatu alat semacam mikroskop binocular yang mempergunakan sinar yang
kuat dengan pembesaran yang tinggi. Jika area yang abnormal sudah
terlokalisasi, dokter akan mengambil sampel pada jaringan tersebut (melakukan
biopsi) untuk kemudian dikirim ke lab guna pemeriksaan yang mendetail dan
akurat. Pengobatan akan sangat tergantung sekali pada hasil pemeriksaan
kolposkopi anda.
d. Tes
Schiller.
Serviks
diolesi dengan lauran yodium, sel yang sehat warnanya akan berubah menjadi
coklat, sedangkan sel yang abnormal warnanya menjadi putih atau kuning. Untuk
membantu menentukan stadium kanker, dilakukan beberapa pemeriksan berikut:
1)
Sistoskopi
2)
Rontgen
dada
3)
Urografi
intravena
4)
Sigmoidoskopi
5)
Skening
tulang dan hati
6)
Barium
enema
5.
Klasifikasi dan Stadium Stadium Kanker
serviks
Menurut
(Benedet et al., 2006) klasifikasi dan stadium kanker serviks adalah sebagai
berikut:
6.
Penatalaksanaan
Menurut
buku Bagian Obstetri
& Ginekologi FK. Unpad(1993) penatalaksanaan kanker serviks
adalah sebagai berikut:
a.
Histerektomi
: suatu tindakan pembedahan yang bertujuan mengangkat uterus dan serviks
(total) atau salah satunya. Biasanya dilakukan pada stadium Ia – Iia. Umur
klien sebaiknya sebelum menopause atau bila keadaan umum baik. Dapat juga pada
umur kurang dari 65 tahun. Pasien harus bebas dari penyakit resiko tinggi
seperti penyakit jantung, ginjal dan hepar.
b.
Radiasi
: untuk merusak sel tumor pada serviks serta mematikan parametrial dan nodus
limpa padapelvik. Biasanya dilakukan pada stadium IIb, III, dan IV. Metode
radioterapi disesuaikan dengan tujuan kuratif atau paliatif. Untuk tujuan
pengobatan kuratif diperlukan metode radiasi gabungan antara brakhiterapi (radiasi
intraktiver) dan telerterapi (radiasi eksternal). Biasanya dlakukan pada
stadium I – IIIb. Bila ca sudah keluar roga panggul maka radioterapi hanya
bersifat paliatif yang diberikan secara selektif pada stadium IVa.
c. Khemoterapi : pemberian obat melalui
infuse, tablet atau intramuskuler. Obat yang diberikan adalah cisplatin, carboplatin, Cylophopnopamide Adreamycin Platamin (CAP),
Platamin Veble Bloemycin (PVB), dan
lain-lain
Berdasarkan stadiumnya
penatalaksanaan kanker serviks adalah sebagai berikut:
a. Stadium
pre invasif (Stadium 0)
Menurut
(Ozols et al., 2001) pasien dengan lesi skuamosa invasif dapat diobati dengan
terapi ablatif dangkal (cryosurgery atau
terapi laser) atau dengan eksisi loop jika: 1. 2. 3. 4. Seluruh zona
transformasi telah divisualisasikan dengan kolposkopi Hasil biopsi sesuai
dengan hasil pap smear Temuan kuretase endoserviks negatif Tidak ada kecurigaan
dari invasi pada pemeriksaan sitologi maupun kolposkopi Jika pasien tidak
memenuhi kriteria, harus dilakukan konisasi.
b. Tahap
karsinoma mikroinvasif (Stadium IA)
Menurut
(Ozols et al., 2001) pengobatan standar untuk stadium IA1 adalah histerektomi
total atau histerektomi vagina. Diseksi kelenjar getah getah bening pelvis
tidak dianjurkan karena resiko metastasisnya kurang dari 1%.
Indikasi
histerektomi menurut (Perroy dan Kotz, 2010) adalah wanita yang sudah cukup
anak tanpa adanya invasi limfovaskular, sedangkan pada wanita yang masih ingin
mempertahankan kesuburan, terapi yang adekuat adalah konisasi dengan simple
margin.Untuk pasien dengan stadium IA2, resiko metastasi kelenjar getah
beningnya sebesar 5%.
Oleh
karena itu harus dilakukan limfadenektomi pelvis bilateral (Ozols et al.,
2001).
Walaupun
terapi pembedahan merupakan standar untuk karsinoma in situ dan karsinoma
mikroinvasif, pasien dengan masalah medis berat atau kontra indikasi lain dapat
diobati dengan radioterapi (Ozols et al., 2001).
c. Stadium
IB dan IIA
Karsinoma
serviks di awal stadium IB dapat diobati secara efektif dengan gabungan
external beam irradiation dan brachiterapi atau dengan histerektomi radikal dan
limfadenektomi pelvis bilateral.Tujuan dari kedua perlakukan tersebut adalah
untuk menghancurkan sel-sel ganas di leher rahim, jaringan paraservikal, dan
kelenjar getah bening regional.Tingkat kelangsungan hidup pada pasien yang
diterapi dengan pembedahan maupun radiasi biasanya berkisar antara 80% dan
90%.Hal ini menunjukkan bahwa kedua terapi sama-sama efektif (Ozols et al.,
2001).
Menurut
(Ozols et al., 2001) pembedahan cenderung lebih disukai wanita muda dengan
tumor kecil karena fungsi ovarium masih terjaga. Sedangkan wanita usia tua,
wanita pasca menopouse cenderung memilih radioterapi untuk menghindari
morbiditas dan prosedur pembedahan besar.
d. Stadium
IIB, III, dan IVA
Menurut
(Ozols et al., 2001) radioterapi merupakan pengobatan lokal utama untuk
kebanyakan pasien dengan karsinoma invasif lanjut. Keberhasilan pengobatan
tergantung pada keseimbangan antara external beam irradiation dan brachiterapi,
mengoptimalkan dosis untuk tumor dan jaringan normal serta durasi keseluruhan pengobatan.
External beam irradiation berguna untuk memberikan dosis homogen untuk
karsinoma serviks primer serta jaringan yang berpotensi sebagai tempat
penyebaran tumor
e. Stadium
IVB
Menurut
(Ozols et al., 2001) pasien yang sudah mencapai stadium IVB sebagian besar
tidak dapat disembuhkan.Perawatan pasien pada tahap ini harus menekan gejala
secara paliatif dengan obat nyeri serta radioterapi lokal.Sel tumor mungkin
bisa merespon kemoterapi, namun biasanya responnya singkat.
Beberapa
kemoterapi paliatif yang sering digunakan adalah cisplatin, carboplatin,
ifosfamide, placitaxel, irinotecan, vinorelbine, dan gemcitabine (Perroy dan
Kotz, 2010).
Cisplatin
membunuh sel pada semua siklus pertumbuhannya, menghambat biosintesis DNA dan
berikatan dengan DNA membentuk ikatan silang (cross linking).Tempat ikatan utama adalah N7 pada guanin, namun
juga terbentuk ikatan kovalen dengan
adenin dan sitosin.Efek samping utama cisplatin adalah nefrotoksisitas.Hidrasi yang cukup dengan garam fisiologis atau
manitol penting untuk mengurangi
nefrotroksisitas (Nafrialdi dan Gan, 2007).
Dosis
terapinya 50 mg/m2 intravena setiap hari selama 3 minggu (Perroy dan Kotz, 2010). Nedaplatin adalah derivat dari
cisplatin dengan efektivitas yang sama, dengan efek
samping nefrotoksis dan gastrointestinal toksis lebih rendah (Mabuchi dan Kimura, 2010).
7.
Prognosis
Menurut (Alan
dan Nathan, 2007) faktor prognostik yang mempengaruhi ketahan hidup yaitu,
stadium, keadaan kelenjar limfe, ukuran tumor dan kedalaman invasi ke dalam
stroma serviks, invasi pembuluh darah limfe serta perluasan dan juga tipe dan
derajat gambaran histologinya. Sebagai contoh, setelah operasi radikal pasien
dengan stadium penyakit IB atau IIA memiliki ketahanan hidup 5 tahun sekitar
88-96 tanpa keterlibatan kelenjar limfe, dibanding dengan 64-73% pada pasien
dengan metastase ke kelenjar limfe.
B.
Konsep Asuhan Keperawatan
Proses
keperawatan adalah tindakan yang dilakukan secara sistematik untuk menentukan
masalah pasien, membuat perencanaan untuk mengatasinya, melaksanakan rencana
itu atau menugaskan orang lain untuk melaksanakan atau mengevaluasi
keberhasilan secara efektif akan masalah yang diatasinya.
Asuahan
keperawatan dilakukan dengan menggunakan pendekatan proses keperawatan untuk meningkatkan, mencegah,
mengatasi, dan memulihkan kesehatan
melalui 4 tahap proses keperawatan yang terdiri dari :
1.
Pengkajian
(assessment)
2.
perencanaan
(planning)
3.
Pelaksanaan
(implementasi)
4.
Penilaian
(evaluasi)
masing-masing
berkesinambungan serta memerlukan kecakapan keterampilan tenaga keperawatan.
Proses
keperawatan adalah cara pendekatan sistematis yang diterapkan dalam pelaksanaan fungsi keperawatan. Ide
pendekatan yang dimiliki karakteristik, sistematis,
bertujuan, interaksi, dinamis, dan ilmiah.
1. Pengkajian
keperawatan
Hal-hal yang perlu dikaji dalam
keperawatan menurut Doengoes (2001) :
a.
Identitas
pasien.
Biodata
pasien meliputi nama, umur, jenis kelamin, suku, pendidikan, pekerjaan, agama,
dan alamat.
b.
Riwayat
kesehatan sekarang.
1)
Riwayat
kesehatan yang lalutentang penyakit yang berhubungan dengan kanker seperti
endodermis, diabetes, hipertensi, jantung, mioma. Dikaji juga tentang penggunaan
estrogen lebih dari 3 tahun.
2)
Riwayat
kesehatan saat ini yaitu keluhan sampai saat klien pergi kerumah sakit seperti
terjadinya pendarahan pervagina diluar siklus haid, pendarahan post koitus,
nyeri pada abdomen, amenorrhoe dan hipernorrhoe, pengeluaran cairan vagina yang
berbau.
3)
Riwayat
kesehatan keluarga yaitu tentang anggota keluarga yang pernah mengalami
penyakit yang sama.
4)
Riwayat
tumbuh kembang yaitu meliputi usia pertama kali melakukan hubungan seks,
menarche, banyaknya kehamilan dan melahirkan, lama dan siklus haid, usia
pertama kali menikah, adanya pasangan yang lebih dari satu, beberapa kali
menikah dan bagaimana perkembangan klien pada saat ini.
5)
Riwayat
psikososial yaitu tentang penerimaan klien terhadap penyakitnya serta harapan
terhadap pengobatan yang akan dijalani, hubungan dengan suami/keluarga terhadap
klien dari sumber keuangan. Konsep diri klien meliputi gambaran diri peran dan
identitas. Kaji juga ekspresi wajah klien yang murung atau sedih serta keluhan
klien yang merasa tidak berguna atau menyusahkan orang lain.
6)
Riwayat
kebiasaan sehari-hari meliputi pemenuhan kebutuhan nutrisi, elimenasi,
aktivitas klien sehari-hari, pemenuhan kebutuhan istirahat dan tidur.
c.
Pemeriksaan
fisik, meliputi :
1)
Keadaan
umum, meliputi : kesadaran, tensi, nadi, pernafasan, suhu, tinggi badan, dan
berat badan.
2)
Inspeksi
:
a)
Kepala
: Rambut rontok, mudah tercabut, warna rambut.
b)
Mata
: Konjungtiva pucat, icterus pada skelera.
c)
Leher
: Pembesaran kelenjar limfe, bendungan vena jugularis.
d)
Payudara
: Kesimetrisan, bentuk adanya massa.
e)
Dada
: Kesimetrian, ekspansi dada, tarikan dinding dada pada inspirasi, frekuensi
pernafasan.
f)
Abdomen
: Terdapat luka operasi, bentuk, warna kulit, pelebaran vena-vena abdomen,
nampak pembesaran, striae.
g)
Genetalia
: Sekret, keputihan, peradangan, pendaahan, lesi.
h)
Ekstermitas
: Oedema, atrofi, hipertrofi, tonus dan kekuatan otot.
3) Palpasi :
a)
Leher
: pembesaran kelenjar limfe leher dan kelenjar limfe sub mandibularis.
b)
Payudara
: teraba massa abnormal, nyeri tekan.
c)
Abdomen
: teraba massa, ukuran dan konsistensi massa, nyeri tekan, perabaan hepar,
ginjal dan limfe.
4)
Perkusi
:
a)
Abdomen
: hipertympani, tympani, redup, pekak, batas-batas hepar.
b)
Refleks
fisiologi dan patologis.
5)
Auskultasi :
Abdomen,
meliputi peristaltik usus, bising aorta abdominalis, arteri
renalis dan arteri iliaca.
6)
Riwayat
psikososial klien meliputi reaksi emosional setelah diagnosa penyakit diketahui
: ibu menginginkan mendapatkan pertolongan dokter.
7)
Pola
kegiatan sehari-hari meliputi : riwayat kebiasaan makanan : hari yang meliputi
pemenuhan kebutuhan nutrisi, eliminasi (BAB/BAK) aktivitas klien sehari-hari,
pemenuhan kebetuhan istirahat dan tidur, rekreasi dan olah raga.
8)
Pemeriksaan
penunjang.
a)
Pap
smear
b)
Biopsi
c)
Kolposkopi
d)
Laboratorium
e)
Radiologi
f)
Tes
Schiler, ditambah pemeriksaan lainnya.
g)
Pemeriksaan
hematology (Hb, Ht, lekosit, trombosit, LED, golongan darah, masa peredaran dan
masa pembekuan)
h)
Pemeriksaan
biokimia darah meliputi SGOt dan SGPT.
i)
Pemeriksaan
kardiovaskulr, antara lain EKG.
j)
Pemeriksaan
system respiratorius dan urologi serta tes alergi terhadap obat.
2. DIAGNOSA KEPERAWATAN
Diagnosa keperawatan yang bisa muncul menurut Doengoes
(2001)
a.
Nyeri akut sedang
yang berhubungan
dengan proses inflamasi
sekunder akibat metastase kanker
b.
Gangguan
keseimbangan cairan dan elektrolit yang berhubungan dengan gangguan mekanisme
regulator ginjal sekunder akibat penurunan fungsi ginjal
c.
Pemenuhan
nutrisi kurang dari kebutuhan yang berhubungan dengan anorexia sekunder akibat
mual dan muntah
d.
Intoleransi
aktivitas yang berhubungan dengan gangguan tranport oksigen sekunder akibat
anemia
e.
Ideal
diri kurang realistis yang berhubungan dengan kurangnya pengetahuan tentang
prognosis kasus Ca Cerviks stadium III B
f.
Gangguan
pemenuhan kebutuhan istirahat tidur yang berhubungan dengan sering terbangun
sekunder akibat nyeri yang menganggu.
g.
Resiko
mekanisme koping tidak efektif yang berhubungan dengan kurangnya pengetahuan
tentang kasus Ca Cerviks.
3.
RENCANA
TINDAKAN
a.
Diagnosa keperawatan
1 (Nyeri)
Tujuan
Klien mampu beradaptasi terhadap nyeri setelah diberikan
intervensi
Kriteria Hasil
1)
Wajah klien tampak lebih rilek
2)
skala nyeri menurun
3)
Klien mampu beristirahat
Intervensi
1)
Kaji tingkat nyeri dengan skala 1 – 10.
2)
Berikan
analgesik sesuai program.
3)
Diskusikan dengan klien tentang metode yg paling efektif untuk mengurangi nyeri dan ajarkan
klien tehnik mengurangi/ menghilangkan nyeri seperti : tehnik relaksasi, rubah
posisi, pola pernapasan lingkungan yang
tenang dan nyaman.
4)
Jelaskan tentang penyebab nyeri dan hal yang dapat
mengurangi atau memperberatnya
5)
Atur posisi yang nyaman, ciptakan suasana yang terapeutik
b. Diagnosa keperawatan 2 (keseimbangan cairan
dan elektrolit)
Tujuan
Klien
tidak mengalami gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit selama perawatan
Kriteria Hasil
1)
Klien
tidak mengalami edema / penambahan BB
2)
Intake
dan output klien seimbang
3)
Produksi
urine minimal 30cc/jam
4)
Memperlihatkan
penurunan edema
5)
Klien
mengetahui penyebab edema
Intervensi
1)
Observasi
intake dan output klien, produksi urine/24 jam, gejala edema dan sesak.
2)
Jelaskan
pada klien penyebab edema dan metode pencegahanya
3)
Mutivasi
klien untuk merubah posisi tiap 2 jam
4)
Diet
RPRG
5)
Batasi
cairan masuk sesuai dengan outputnya
6)
Kolaborasi
terapi medis, parenteral
c.
Diagnosa keperawatan 8 (koping tidak efektif)
Tujuan
Setelah 4 kali pertemuan
klien dapat mengungkapkan adaptasi penggunaan koping yang lebih efektif
Kriteria
Hasil
1)
Mengungkapkan
perasaan –perasaan yang berhubungan dengan keadaan emosional
2)
Dapat
mengidentifikasi pola koping dan konsekuensi perilaku yang diakibatkanya
3)
Dapat
mengidentifikasi kekuatan personal dan menerima dukungan melalui hubungan yang
efektif
4)
Dapat
membuat keputusan dan dilanjutkan dengan tindakan yang sesuai untuk mengubah
situasi provokatif dalam lingkungan personal
Intervensi
1)
Jalin
hubungan saling percaya
2)
Kaji
status koping yang dimiliki klien
3)
Gali
pengalaman masa lalu klien tentang penggunaan koping dalam menghadapi stressor
4)
Berikan
pandangan yang realistis dalam menghadapi masalah klien, tunjukan bahwa kita peduli,
jika klien pesimis berikan harapan yang realistis
5)
Jika
klien dalam keadaan marah,pertahankan lingkungan denga stimuli yang rendah,
perlihatkan sikap penerimaan, keiklasan dan jangan pedulikan kata-kata
permusuhan.
6)
Mutivasi
klien untuk evaluasi diri dari perilakunya sendiri
7)
Berikan
bantuan untuk memecahkan masalah secara konstruktif.
8)
Bantu
mengidentifikasi masalah yang tidak dapat dikontrol langsung dan bantu klien
melakukan aktivitas reduksi stress untuk mengontrolnya.
9)
Gali
kekuatan support sosial yang dimiliki klien
10)
Beri
kesempatan klien ungkapkan prasaanya dan mengekspresikan perasaanya dalam
menghadapi sakitnya.
11)
Tunjukkan
sikap empaty dan caring saat klien mengungkapkan perasaanya.
12)
Ajarkan
teknik relaksasi, tekankan pentingnya meluangkan waktu 15-20 menit untuk
melakukannya.
13)
Berikan
kesempatan belajar dan menggunakan terknik
penatalaksanaan stress
14)
Anjurkan
keluarga untuk memberikan dukungan bagi klien
d.
Diagnosa keperawatan 5 (ideal diri
kurang realistis)
Tujuan
Setelah 3
kali pertemuan klien mampu memiliki idela diri yang realistis dalam menyikapi
penyakit yang dideritanya secara bertahap setelah pengetahuannya meningkat.
Kriteria
Hasil
1)
Mengungkapkan
peningkatan pengetahuan tentang Ca serviks
2)
Menunjukkan
perilaku positif sesuai dengan kondisi dan arahan
3)
Tidak
menunjukan perilaku negative
4)
Menunjukkan
perubahan ekspresi yang berhubungan dengan
pemahaman informasi yang
baru
5)
Menginterigrasikan
perilaku dalam aktivitas klien sesuai dengan peningkatan pengetahuan klien
terhadap penyakitnya.
Intervensi
1)
Bina
hubungan saling percaya dengan klien
2)
Beri
kesempatan klien untuk ungkapkan perasaanya
3)
Gali
pengetahuan klien tentang ca serviks
4)
Gali
latar belakang yang mendukung pengetahuan klien terhadap pengetahuannya
sekarang
5)
Gali
perilaku yang biasa dilakukan klien sebagai respon dari sakitnya
6)
Jelaskan
pada klien tentang ca serviks dengan memperhatikan ekspresi perilaku klien.
7)
Libatkan
anggota keluarga untuk memberikan support pada klien
8)
Berikan
reward positif terhadap perilaku klien yang positif.
e. Nutrisi
kurang dari kebutuhan berhubungan dengan intake yang kurang.
Tujuan
Kebutuhan nutrisi terpenuhi
Intervensi
1)
Kaji
pola makan klien
2) Anjurkan klien untuk makan dalam porsi kecil
tapi sering.
3) Anjurkan untuk ajak makan sayuran yang
berwarna hijau.
4) Timbang berat badan
5) Libatkan keluarga dalam pemenuhan
nutrisi klien
DAFTAR
PUSTAKA
Alan.H and Nathan L. 2007. Premalignant and malignant disorders of
uterine cervix dan chemotherapy for gynecologic cancer .In : Current Diagnosis &
Treatment Obstetrics & Gynecology Tenth Edition. United States of
America: McGrawHill Companies
Bagian Obstetri & Ginekologi FK. Unpad. 1993.
Ginekologi. Elstar. Bandung
Benedet J. L., Hacker N. F., Ngan H.
Y. S (editors). Staging classification and clinical practice guidelines of
gynaecologic cancers. Int J Gynaecol Obstet 2000; 20:207. http://www.figo.org/content/PDF/staging-booklet.pdf
Calvagna M. 2007.Diagnosis of Cervical Cancer.American Cancer Society
website.http://www.cancer.org (2 Mei 2011)
Mabuchi S., Kimura T. 2010. Nedaplatin: A Radiosensitizing Agent for
Patient with Cervical Cancer. Department of Obstetrics and Gynaecology
Osaka University School of Medicine
Marylin
E. Doengoes, dkk. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan: Pedoman Untuk Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan
Pasien Edisi 3. Jakarta: Peneribit Buku Kedokteran EGC
Nafrialdi dan Gan S. 2007. Antikanker. Dalam: Gunawan S.G. (ed).
Farmakologi dan Terapi.Edisi 5.Jakarta : Gaya Baru
Ozols R. F., Schawartz P. E., Eifel P.
J. 2001. Ovarian Cancer, Fallopian Tube
Carcinoma, and Peritoneal Carcinoma. In Devita V. T., Hellman S., Rosenberg
S. A. Principle and Practice on Oncology 6th Ed. Williams & Wilkins
Publishers
Perroy A. C., Kotz H. L. 2010. Cervical Cancer. In Abraham J., Allegra C.
J., Gulley J. L., Gulley J. Bethesda Handbook of Clinical Oncology Third
Edition. Philadelphia: Lippicott Williams & Wilkins
Sjamsuddin S. 2001. Pencegahan dan Deteksi Dini Kanker Serviks.
Dalam: Cermin Dunia Kedokteran Edisi 133. Jakarta
No comments:
Post a Comment