HALUSINASI
A.
Halusinasi
- Pengertian
Halusinasi merupakan
salah satu gejala gangguan jiwa pada individu yang ditandai dengan perubahan
sensori persepsi ; merasakan sensasi palsu berupa suara, penglihatan,
pengecapan perabaan atau penghiduan. Pasien merasakan stimulus yang sebenarnya
tidak ada (Keliat, 2009).
Halusinasi merupakan
pengindraan tanpa
sumber rangsang eksternal. Hal ini dibedakan dari distori atau ilusi yang
merupakan tanggapan salah dari rangasang yang nyata ada. Pasien merasakan
halusinasi sebagai sesuatu yang amat nyata, paling tidak untuk suatu saat
tertentu (Kaplan, 1998).
Dari definisi diatas kelompok
menyimpulkan bahwa halusinasi merupakan salah satu gejala dari gangguan jiwa
yang ditandai dengan perubahan persepsi yang nyata tanpa stimulus
yaitu : pasien merasakan stimulus yang sebenarnya tidak ada seperti
merasakan sensasi palsu berupa suara, penglihatan, pengecapan
perabaan atau penghidupan.
- Etiologi
Halusinasi dapat terjadi pada
klien dengan gangguan jiwa seperti skizoprenia, depresi atau keadaan delirium,
demensia dan kondisi yang berhubungan dengan penggunaan alkohol dan substansi
lainnya. Halusinasi dapat juga terjadi dengan epilepsi, kondisi infeksi
sistemik dengan gangguan metabolik.
Halusinasi juga dapat dialami sebagai efek samping
dari berbagai pengobatan yang meliputi anti depresi, anti kolinergik, anti
inflamasi dan antibiotik, sedangkan obat-obatan halusinogenik dapat membuat
terjadinya halusinasi sama seperti pemberian obat diatas.
Halusinasi dapat juga terjadi
pada saat keadaan individu normal yaitu pada individu yang mengalami isolasi,
gangguan sensorik seperti kebutaan, kurangnya pendengaran atau adanya
permasalahan pada pembicaraan. Penyebab halusinasi secara spesifik tidak
diketahui namun banyak faktor yang mempengaruhinya seperti faktor biologis,
psikologis, sosial budaya,dan stressor pencetusnya adalah stress lingkungan,
biologis, pemicu masalah sumber-sumber koping dan mekanisme koping.
Jadi, terjadinya gangguan
sensori persepsi: halusinasi dipengaruhi oleh
multifaktor baik eksternal maupun internal diantaranya:
a. Koping individu tidak adekuat
b. Individu yang mengisolasi diri dari
lingkungannya
c. Ada trauma yang menyebabkan rasa rendah diri
d. Koping keluarga yang tidak efektif
e. Permasalahan yang ironik dan tidak
terselesaikan
3. Patopsikologi
Halusinasi terjadi mulai karena
individu mempunyai koping yang tidak adekuat, mengalami trauma, koping kelurga
yang tidak efektif, hal-hal tersebut menyebabkan individu mempunyai harga diri
rendah, klien akan lebih banyak timbul depresi karena individu tersebut tidak
ingin membicarakan masalahnya dengan orang lain sehingga masalah klien tersebut
tidak terselesaikan.Dalam keadaan ini individu akan mengalami kecemasan,
stress, perasaan terpisah dan kesepian.
Fase-fase halusinasi menurut menurut
Stuart dan Laraia( 2001) adalah:
a.
Comforting
Klien mengalami ansietas sedang dan halusinasi yang
menyenangkan.Klien mengalami perasaan mendalam seperti ansietas, kesepian, rasa
bersalah,takut dan mecoba untuk berfokus pada pikiran yangmenyenangkan untuk
meredakan ansietas. Individu mengalami bahwa pikiran-pikiran dan pengalaman
sensori berada dalam kendali kesadaran, jika ansietas dapat ditangani.
Fase ini bersifat non psikotik.Perilaku klien : menggerakkan bibir tanpa suara,
pergerakan mata yang cepat, diam dan asyik sendiri, respon verbal yang lambat
jika sedang asyik
b.
Condenming
Klien mengalami ansietas berat dan halusinasi menjadi
menjijikkan. Pengalaman sensori menjijikkan dan menakutkan. Klien mulai
lepaskendali dan mungkin mencoba untuk mengambil jarak dirinya dengansumber
yang dipersepsikan. Klien mungkin mengalami diperlakukan oleh pengalaman
sensori dan menarik diri dari orang lain.
Fase ini bersifat psikotik ringan.Perilaku klien : meningkatkan tanda-tanda system saraf otonom akibatansietas
seperti peningkatan denyut jantung, pernafasan, dan tekanan darah. Rentang perhatian menyempit, asyik dengan
pengalaman sensoridan kehilangan kemampuan membedakan halusinasi dan
realita.
c.
Controlling
Klien
mengalami ansietas berat dan pengalaman sensorik menjadi berkuasa. Klien
berhenti menghentikan perlawanan terhadap halusinasidan menyerah pada
halusinasi tersebut. Isi halusinasi menjadi menarik.Klien mungkin mengalami
pengalaman kesepian jika sensorik halusinasi berhenti.
Fase ini bersifat
psikotik.Perilaku klien : kemauan yang dikendalikan halusinasi akan lebih
diikuti, kesukaran berhubungan dengan orang lain, rentang perhatian
hanya beberapa detik atau menit
d.
Conquering
Klien
mengalami panik dan umumnya menjadi melebur dalam halusinasi.Pengalaman sensori
menjadi mengancam jika klien mengikuti perintahhalusinasi. Halusinasi berakhir
dari beberapa jam atau hari jika tidak adaintervensi terapeutik.
Fase ini bersifat psikotik berat.Perilaku klien : perilaku teror
akibat panik, potensi kuat suicide atauhomicide. Aktifitas fisik merefleksikan
isi halusinasi seperti perilakukekerasan, agitasi, menarik diri atau katatonia
dan tidak mampu meresponterhadap perintah yang kompleks
4. Macam-macam
Halusinasi
Dibawah
ini beberapa macam-macam dari halusinasi menurut (Stuart & Sudden, 1998) :
a.
Halusinasi Pendengaran
Klien
mendengar suara atau bunyi yang tidak ada hubungannya dengan stimulus yang
nyata atau lingkungan. Data objektif klien berbicara atau tertawa sendiri,
marah-marah tanpa sebab, mendekatkan telinga kearah tertentu dan menutup
telinga. Data subjektif klien nmendengar suara-suara atau kegaduhan, mendengar
suara yang mengajak bercakap-cakap dan mendengar suara menyuruh melakukan
sesuatu yang berbahaya.
b.
Halusinasi Penglihatan
Klien
melihat gambaran yang jelas atau samar terhadap adanya stimulus yang nyata dari
lingkungan dan orang lain tidak melihatnya. Data objektif menunjuk kearah
tertentu dan ketakutan pada sesuatu yang tidak jelas. Data subjektif melihat
bayangan, sinar, bentuk geometris, kartun, melihat hantu atau monster.
c.
Halusinasi Penciuman
Klien
mencium suatu bau yang muncul dari sumber tertentu tanpa stimulus yang nyata.
Data objektif mengendus-endus seperti sedang membaui bau–bauan tertentu, dan
menutup hidung. Data subjektif membaui bau-bauan seperti bau darah,
urine, feses dan terkadang bau-bau tersebut menyenangkan bagi klien.
d.
Halusinasi Perabaan
Klien
merasakan sesuatu pada kulitnya tanpa ada stimulus yang nyata. Data objektif klien menggaruk-garuk permukaan
kulit. Data subjektif klien mengatakan ada serangga di permukaan kulit dan
merasa seperti tersengat kulit.
e.
Halusinasi Pengecapan
Klien merasakan sesuatu yang tidak nyata, biasanya merasakan rasa makanan
yang tidak enak. Data objektif sering meludah dan muntah. Data subjektif
merasakan rasa seperti darah, urine atau feses.
f.
Halusinasi Kinestetik
Klien
merasakan badannya bergerak dalam
suatu ruangan atau anggota badannya bergerak. Data objektif memegang kakinya
yang dianggap bergerak sendiri. Data subjektif klien mengatakan badannya
melayang di udara.
g.
Halusinasi Viseral
Klien merasakan perasaan tertentu timbul dalam tubuhnya. Data objektif
memegang badannya yang dianggap berubah bentuk dan tidak normal seperti
biasanya. Data subjektif klien mengatakan perutnya menjadi mengecil setelah
minum soft drink.
5. Tanda
dan Gejala Halusinasi
Seseorang yang mengalami halusinasi biasanya
memperlihatkan gejala-gejala yang
khas. Menurut Keliat (1998)bahwa gejala halusinasi adalah :
a.
Bicara, senyum, tertawa sendiri.
b.
Menarik diri dan menghindar dari orang lain.
c.
Tidak dapat membedakan hal nyata dan tidak nyata
d.
Tidak dapat memusatkan perhatian atau konsentrasi
e.
Sikap curiga, bermusuhan, merusak (diri sendiri, orang lain dan lingkungan
), takut.
f.
Ekspresi muka tegang dan mudah tersungging.
6. Rentang
Respon
Halusinasi
merupakan salah satu respon maladaptif individu yang berada dalam rentang
respon neurobiologi. Jika klien yang sehat persepsinya akurat, mampu
mengidentifikasi dan menginterpretasikan stimulus berdasarkan informasi yang
diterima melalui panca indera, maka klien dengan halusinasi mempersepsikan
suatu stimulus panca indera walaupun sebenarnya stimulus itu tidak ada.
Berikut ini rentang respon neurobiologis dimana halusinasi merupakan salah
satu respon maladaptif dari persepsi.
Respon adaptif adalah
respon yang dapat diterima norma-norma sosial budaya yang berlaku :
a.
Pikiran
logis adalah pandangan yang mengarah pada kenyataan.
b.
Persepsi
akurat adalah pandangan yang tepat pada kenyatan.
c.
Emosi
konsisten dengan pengalaman adalah perasaan yang timbul dari pengalaman ahli
d.
Perilaku
sesuai adalah sikap dan tingkah laku yang masih dalam batas kewajaran.
e.
Hubungan
sosial harmonis adalah proses suatu interaksi dengan orang lain dan lingkungan.
Respon maladaptif adalah:
- Gangguan proses pikir
Pola klien dengan gangguan
orientasi realita pola dan proses pikir kanak –kanak klien yang terganggu pola
pikirnya sehingga sukar berperilaku koheren, tindakan cenderung berdasarkan
penilaian pribadi klien terhadap reaksi yang tidak sesuai dengan penilaian
umum.
- Gangguan terhadap persepsi
Persepsi merupakan proses
pikir dan emosional terhadap objek perubahan yang paling sering terjadi pada
klien dengan gangguan orientasi realitas adalah halusinasi dan depersonalisasi
- Perubahan afek atau emosi
Perubahan afek terjadi
karena klien berusaha membuat jarak dengan perasaan tertentu karena jika
langsung mengalami pada saat tersebut dapat menimbulkan ansietas.
- Perubahan motorik
Perubahan motorik dapat
diobservasi pada klien dengan gangguan orientasi realita dan sering
dimanifestasikan secara eksternal baik perubahan kognitif maupun
persepsi,perubahan motorik pada klien dengan gangguan orientasi realita dapat
dimanifestasikan dengan peningkatan atau penurunan kegiatan motorik.
- Perubahan sosial
Jika berhubungan sosial
tidak sehat dan menimbulkan kecemasan yang meningkat maka individu akan merasa
kekosongan internal.
A.
Asuhan Keperawatan
- Pengkajian
Menurut Stuart (2007). Bahwa faktor-faktor terjadinya halusinasi meliputi:
a.
Faktor predisposisi
Faktor
predisposisi atau faktor yang mendukung terjadinya halusinasi menurut Stuart
(2007) adalah :
1)
Faktor biologis
Pada keluarga yang melibatkan anak kembar dan anak yang diadopsi
menunjukkan peran genetik pada schizophrenia.
Kembar identik yang dibesarkan secara terpisah mempunyai angka kejadian
schizophrenia lebih tinggi dari pada saudara sekandung yang dibesarkan secara
terpisah.
2)
Faktor psikologis
Hubungan interpersonal yang tidak harmonis akan mengakibatkan stress dan
kecemasan yang berakhir dengan gangguan orientasi realita.
3)
Faktor sosial budaya
Stress yang menumpuk
awitan schizophrenia dan gangguan psikotik lain, tetapi tidak diyakini sebagai
penyebab utama gangguan.
b.
Faktor presipitasi
Faktor presipitasi atau faktor pencetus halusinasi menurut
Stuart (2007) adalah:
1)
Biologis
Stressor biologis yang berhubungan dengan respon neurobiologis maladaptif
adalah gangguan dalam komunikasi dan putaran umpan balik otak dan abnormalitas
pada mekanisme pintu masuk dalam otak, yang mengakibatkan ketidakmampuan untuk
secara selektif menanggapi stimulus
2)
Lingkungan
Ambang toleransi terhadap stres yang ditentukan secara biologis
berinteraksi dengan stresor lingkungan untuk menentukan terjadinya gangguan
prilaku.
3)
Stres sosial / budaya
Stres
dan kecemasan akan meningkat apabila terjadi penurunan stabilitas keluarga,
terpisahnya dengan orang terpenting atau disingkirkan dari kelompok.
4)
Faktor psikologik
Intensitas kecemasan
yang ekstrem dan memanjang disertai terbatasnya kemampuan mengatasi masalah
dapat menimbulkan perkembangan gangguan sensori persepsi halusinasi.
c.
Mekanisme koping
Menurut Stuart (2007) perilaku yang mewakili upaya untuk melindungi
pasien dari pengalaman yang menakutkan berhubungan dengan respons neurobiologis
maladaptif meliputi : regresi, berhunbungan dengan masalah
proses informasi dan upaya untuk mengatasi ansietas, yang menyisakan sedikit
energi untuk aktivitas sehari-hari. Proyeksi, sebagai upaya
untuk menejlaskan kerancuan persepsi dan menarik diri.
d.
Sumber koping
Menurut
Stuart (2007) sumber koping
individual harus dikaji dengan pemahaman tentang pengaruh gangguan otak pada
perilaku. Orang tua harus secara aktif mendidik anak–anak dan dewasa muda
tentang keterampilan koping karena mereka biasanya tidak hanya belajar dari
pengamatan. Disumber keluarga dapat pengetahuan tentang penyakit, finensial
yang cukup, faktor ketersediaan waktu dan tenaga serta kemampuan untuk memberikan
dukungan secara berkesinambungan.
a.
Perilaku halusinasi
Menurut Towsend
(2003), batasan karakteristik halusinasi yaitu bicara teratawa sendiri,
bersikap seperti memdengar sesuatu, berhenti bicara ditengah – tengah kalimat
untuk mendengar sesuatu, disorientasi, pembicaraan kacau dan merusak diri
sendiri, orang lain serta lingkungan.
- Diagnosa Keperawatan
Menurut
NANDA (2009-2011) diagnosa keperawatan utama pada klien dengan prilaku
halusinasi adalah Gangguan sensori persepsi: Halusinasi (pendengaran,
penglihatan, pengecapan, perabaan dan penciuman). Sedangkan diagnosa
keperawatan terkait lainnya adalah Isolasi social dan Resiko menciderai diri
sendiri, lingkungan dan orang lain.
- Perencanaan Keperawatan
Perencanaan
Keperawatan untuk Klien
a. Penatalaksanaan keperawatan
Diagnosa
keperawatan 1: Gangguan sensori: halusinasi.
TUM: Klien dapat mengontrol halusinasi yang
di alaminya. Adapun tujuan khusus sebagai berikut :
TUK 1: Klien dapat
membina hubungan saling percaya.
Dengan kriteria
evaluasi: Setelah pertemuan klien menunjukan tanda-tanda
percaya kepada perawat dapat menunjukan ekspresi wajah bersahabat, menunjukan rasa senang, berjabat tangan kontak mata ada,
menyebutkan nama, menjawab salam dan duduk berdampingan dengan perawat dan mengutarakan masalah yang di hadapi.
Rencana
tindakan keperawatan:
1)
Bina hubungan saling percaya dengan menggunakan
prinsip komunikasi terapeutik. Rasional: dengan
terbinanya hubungan saling percaya dapat mempermudah dalam pemberian asuhan
keperawatan.
a)
Sapa klien dengan ramah baik verbal maupun non
verbal
b)
Perkenalkan nama, nama panggilan dan tujuan perawat
berkenalan
c)
Tanyakan nama lengkap klien dan nama panggilan yang
disukai klien
d)
Buat kontrak yang jelas
e)
Tunjukan sikap jujur dan menepati janji setiap kali
interaksi
f)
Tunjukan sikap empati dan menerima klien apa adanya
g)
Beri perhatian kepada klien dan perhatikan kebutuhan
dasar klien
h)
Tanyakan perasaan klien dan masalah yang dihadapi
klien
i)
Dengarkan dengan penuh perhatian, ekspresi perasaan
klien
TUK 2 : Klien dapat mengenal halusinasinya
1)
Dengan kriteria evaluasi: Setelah pertemuan
klien dapat menyebutkan klien dapat menyebutkan waktu halusinasi,
isi,
frekuensi
timbulnya halusinasi dan dapat mengungkapkan
perasaan terhadap halusinasi.
Rencana tindakan
keperawatan:
Adakan kontak sering
dengan singkat secara bertahap. Rasional: Kontak sering dan bertahap dapat
membantu klien meningkatkan rasa percaya terhadap perawat
2)
Dengan kriteria evaluasi: setelah pertemuan
klien menyatakan perasaan dan responnya saat mengalami halusinasi, marah, takut, sedih, senang, cemas atau jengkel.
Rencana tindakan keperawatan:
a)
Observasi tingkah laku klien terkait dengan
halusinasinya : pendengaran, jika menemukan klien yang sedang halusinasi. Rasional
: Observasi
yang tepat dapat membantu klien untuk mengatasi halusinasinya.
b)
Tanyakan apakah klien mengalami sesuatu (halusinasi
pendengaran)
c)
Jika klien menjawab iya, tanyakan apa yang sedang
dialaminya
d)
Katakan bahwa perawat percaya klien mengalami hal
tersebut, namun perawat sendiri tidak mengalaminya (dengan nada bersahabat
tanda menuduh atau menghakimi
e)
Katakan bahwa ada klien yang mengalami hal yang sama
f)
Katakan bahwa perawat akan membantu klien jika klien
tidak senang berhalusinasi, diskusikan dengan klien : isi, waktu dan frekuensi
terjadinya halusinasi ( pagi, siang, sore dan malam / dan kadang-kadang).
g)
Situasi dan kondisi yang menimbulkan / tidak
menimbulkan halusinasi.
3)
Diskusikan dengan klien apa yang dirasakan jika
terjadi halusinasi dan beri kesempatan mengungkapkan perasaannya. Rasional
: dengan
mengungkapkan perasaan klien, perawat dapat mengidentifikasi halusinasi klien
dan membantu untuk mengatasinya.
4)
Diskusikan dengan klien apa yang dilakukan untuk
mengatasi perasaan tersebut. Rasional : untuk mengetahui
tindakan yang dilakukan klien ketika perasaan tersebut muncul dan
mengidentifikasi apakah cara yang klien gunakan salah/tidak
5)
Diskusikan tentang dampak yang akan dialaminya bila
klien menikmati halusinasinya. Rasional : membantu klien untuk
mengetahui dampak yang akan terjadi jika klien mengikuti halusinasinya.
TUK 3: Klien dapat mengontrol halusinasinya
1)
Dengan kriteria evaluasi: Setelah pertemuan
klien menyebutkan tindakan yang biasanya dilakukan untuk mengendalikan
halusinasinya
Rencana
tindakan : identifikasi bersama
klien cara tindakan yang dilakukan jika terjadi halusinasi ( tidur, marah,
menyibukan diri dll). Rasional :Untuk membantu klien mengatasi halusinasinya saat
klien sendiri
2)
Dengan kriteria evaluasi:
setelah
pertemuaan klien menyebutkan cara baru mengontrol halusinasi. Diskusikan cara
yang digunakan klien: jika cara yang digunakan
adaptif, beri pujian dan jika cara yang digunakan
maladaptif, diskusikan kerugian cara tersebut. Rasional: Untuk membantu klien
mengenali cara yang adaptif dan cara yang maladaptif.
3)
Dengan kriteria evaluasi:
setelah
pertemuan klien dapat memilih ddan memperagakan cara mengatasi halusinasi
(pendengaran dan penglihatan). Rencana
tindakan keperawatan: diskusikan cara baru untuk memutus/ mengontrol
timbulnya halusinasi. Rasional: membantu klien untuk
mengatasi halusinasinya jika cara yang lama tidak berhasil :
a)
Katakan pada diri sendiri bahwa ini tidak nyata (
“saya tidak mau dengar” / “saya tidak mau lihat”)
b)
Menemui orang lain (perawat/ teman/anggota keluarga)
untuk menceritakan tentang halusinasinya
c)
Membuat dan melaksanakan jadwal kegiatan sehari-hari
yang telah disusun
d)
Meminta keluarga/teman/perawat menyapa jika sedang
halusinasi
4)
Dengan kriteria evaluasi : setelah pertemuan klien
melaksanakan cara yang telah dipilih untuk mengendalikann halusinasinya.
Rencana tindakan keperawatan : bantu klien memilih cara yang sudah dianjurkan dan
dilatih untuk mencobanya. Rasional: memberikan kesempatan
pada klien untuk memilih cara yang akan dia lakukan untuk mengatasi
halusinasinya.
5)
Dengan kriteria evaluasi: setelah pertemuan klien
mengikuti terapi aktivitas kelompok. Rencana
tindakan: beri
kesempatan untuk melakukan cara yang dipilih dan dilatih. Rasional: memberikan kesempatan
pada klien untuk mencoba cara yang dipilih dan sudah dilatih.
a)
Pantau pelaksanaan yang telah dipilih dan dilatih,
jika berhasil beri pujian
b)
Anjurkan klien mengikuti aktivitas kelompok,
orientasi realita, stimulasi persepsi.
TUK 4: Klien dapat dukungan dari keluarga
dalam mengontrol halusinasinya.
1) Dengan kriteria evaluasi: setelah pertemuan
keluarga, keluarga menyatakan setuju untuk mnengikuti pertemuan dengan perawat. Rencana
tindakan keperawatan: buat kontrak dengan keluarga untuk pertemuan ( waktu,
tempat dan waktu). Rasional: untuk memudahkan dalam
berdiskusi mengenai keadaan klien.
2) Dengan
kriterria evaluasi : setelah pertemuan keluarga menyebutkan, pengertiaan,
tanda dan gejala proses terjadinya halusinasi dan tindakan untuk mengendalikan
halusinasi. Rencana tindakan keperawatan:
diskusikan
dengan keluarga (pada saat pertemuan keluarga/ kunjungan rumah). Rasional: Keluarga dapat memahami
dan mengerti bagaimana cara merawat klien dengan halusinasi di rumah
a)
Pengertian halusinasi
b)
Tanda dan gejala
halusianasi
c)
Proses terjadinya
halusinasi
d)
Cara yang dapat
dilakukan klien dan keluarga untuk memutuskan halusinasi
e)
Obat-obatan halusinasi
f)
Cara merawat anggota keluarga
yang halusinasi di rumah(beri kegiatan, jangan biarkan sendiri makan,
bersama,berpergian bersama, memantau obat-obatan dan cara pemberiannya untuk
mengatasi halusinasi
g)
Beri informasi waktu
control kerumah sakit dan bagaimana cara mencari bantuan jika halusinasi tidak
dapat diatasi dirumah
TUK 5: Klien dapat memanfaatkan obat dengan
baik
1)
Dengan kriteria evaluasi : setelah pertemuan klien
menyebutkan manfaat minum obat,
kerugian
tidak minum obat dan nama, warna, dosis, efek
terapi dan efek samping obat. Rencana tindakan
keperawatan : diskusikan dengan klien tentang
manfaat dan kerugian tidak minum obat, nama, warna, dosis, cara, efek terapi
dan efek samping penggunaan obat. Rasional : Klien mampu memahami
dan mengerti mengenai penggunaan obat secara teratur.
2)
Dengan kriteria evaluasi : setelah pertemuan klien
mendemonstrasikan penggunaan obat dengan benar.
Rencana tindakan keperawatan : Pantau klien saat penggunaan obat. Rasional : Mengetahui kepatuhan
klien dalam minum obat.
3)
Dengan kriteria evaluasi
: Setelah
pertemuan klien menyebutkan akibat berhenti minum obat tanpa konsultasi dokter.
a)
Rencana tindakan keperawatan :
beri
pujian jika klien menggunakan obat dengan benar. Rasional :
meningkatkan
motivasi klien untuk minum obat secara teratur.
b)
Rencana tindakan keperawatan
: Diskusikan
akibat berhenti minum obat tanpa konsultasi dengan dokter. Rasional : Mencegah terjadinya
putus obat secara mendadak pada klien.
c)
Rencana tindakan keperawatan
: Anjurkan
klien un tuk konsultasi kepada dokter atau perawat jika terjadi hal-hal yang
tidak diinginkan. Rasional : Mengantisipasi bila
terjadinya suatu kekambuhan atau masalah yang berkelanjutan pada
klien.
Perencanaan
Keperawatan untuk Keluarga
a. Tujuan
1)
Keluarga dapat terlihat
dalam perawatan klien baik di rumah sakit maupun di rumah
2)
Keluarga dapat menjadi
system pendukung yang efektif untuk klien
b. Tindakan Keperawatan
1)
Diskusikan masalah yang
dihadapi keluarga dalam merawat klien
2)
Berikan pendidikan
kesehatan tentang pengertian halusinasi, jenis halusinasi yang dialami klien,
tanda dan gejala halusinasi, proses terjadinya halusinasi, dan cara merawat
klien halusinasi
3)
Berikan kesempatan
kepada keluarga untuk memperagakan cara merawat klien dengan halusinasi
langsung dihadapan klien
4)
Buat perencanaan pulang
dengan keluarga
- Evaluasi Keperawatan
Evaluasi keperawatan adalah proses yang
berkelanjutan untuk menilai efek dari tindakan keperawatan pada klien. Evaluasi
dilakukan terus menerus pada respon klien terhadap tindakan keperawatan yang
telah dilaksanakan (Keliat, 2005).
Evaluasi digunakan sebagai alat ukur
keberhasilan suatu asuhan keperawatan yang telah dibuat. Adapun evaluasi yang
dapat dilakukan dengan menggunakan pendekatan SOAP (Keliat, 2005) yaitu:
S :
Respon subjektif klien terhadap tindakan keperawatan yang telah dilaksanakan.
O :
Respon objektif klien terhadap tindakan keperawatan yang telah dilaksanakan
A :
Analisa ulang atas data subjektif dan objektif untuk menyimpulkan apakah
masalah masih tetap atau muncul masalah baru atau ada data yang kontraindikasi
dengan masalah yang ada.
P :
Perencanaan atau tidak lanjut berdasarkan hasil analisa pada respon klien.
DAFTAR PUSTAKA
Fitria.(2010).
Prinsip dasar dan aplikasi penulisan
laporan pendahuluan dan strategi pelaksanaan tindakan keperawatan ( LP dan SP )
. Jakarta: Salemba Medika
Kaplan..
(1998). Ilmu kedokteran jiwa darurat.
Alih bahasa Sarjadi Jakarta: Widya Medika.
Keliat. (2005). Keperawatan jiwa. Jakarta: EGC
Keliat.
(2009). Model praktik keperawatan
profesional jiwa. Jakarta : EGC
Keliat.(2006).Proses
keperawatan kesehatan jiwa edisi 2.Jakarta:EGC
Keliat.(2011). Keperawatan kesehatan jiwa komunitas.
Jakarta: EGC
NANDA.(2010).Diagnosis keperawatan definisi dan klasifikasi 2009-2011.Alih bahasa Indonesia Monica Ester. Jakarta:
EGC
Stuart. ( 2007). Pocket Guide
to Psychiatric Nursing,
atau Buku saku
keperawatan jiwa.
Alih bahasa Ramona
P. Kapoh dan
Egi Komara Yudha. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC.
Stuart. (2001). Principles and practice of psychiatric nursing. Seventh edition. St. Louis: Mosby Inc.
No comments:
Post a Comment