TIFOID
Definisi
Demam
tifoid adalah penyakit infeksi akut usus halus, yang disebabkan oleh salmonella
typhi, salmonella paratyphi A, salmonella paratyphi B, salmonella paratyphi C,
paratifoid biasanya lebih ringan, dengan gambaran klinis sama (Keperawatan P.K.
Sint Carolus, 2002).
Demam
typhoid (enteric fever) adalah penyakit infeksi akut yang biasanya mengenai
saluran pencernaan dengan gejala demam yang lebih dari satu minggu, gangguan
pada pencernaan, dan gangguan kesadaran (Rusepno Hassan dan Husein Alatas, 2001).
Tifus
abdominalis (demam tifoid, enteric fever) ialah penyakit infeksi akut yang
biasanya terdapat pada saluran pencernaan dngan gejala demamyang lebih dari
satu minggu, gangguan pada saluran pencernaan dan gangguan kesadaran (Nursalam,
M. Nurs Rekahlati Susilaningrum, Sri Utami 2005).
Etiologi
Salmonella typhosa, basil gram
negatif, bergerak dengan rambut getar, tidak berspora. Mempunyai
sekurang-kurangnya 3 macam antigen yang antigen 0 (somatik, terdiri dari zat
kompleks lipopolisakarida) antigen H (flagela) dan antigen Vi. Dalam serum
penderita terdapat zat anti (aglutinin) terhadap ketiga macam anugen tersebut.
Penyebab penyakit ini adalah
salmonella typhosa, yang mempunyai ciri-ciri sebagai berikut:
1.
Basil gram negatif yang bergerak dengan bulu getar dan
tidak berspora.
2.
Mempunyai sekurang-kurangnya 3 macam antigen, yaitu
antigen O (somatik yang terdiri zat kompleks lipopolisakarida), antigen H
(flagella), dan antigen V1. Dalam serum pasien tedapat zat anti (aglutinin),
terhadap ketiga macam antigen tersebut.
Epidemiologi
Di Indonesia terdapat dalam keadaan
endemik, penderita anak yang ditemukan biasanya berumur di atas satu tahun.
Sebagian besar dari penderita (80%) yang dirawat di Bagian Ilmu Kesehatan Anak
FKUI-RSCM Jakarta berumur di atas 5 tahun.
Patofisiologi
Penularan salmonella typhi terjadi
melalui mulut oleh makanan yang tercemar. Sebagian kuman dimusnahkan oleh asam
lambung. Sebagian lagi masuk ke usus halus, ke jaringan limfoid, dan berkembang
baik. Kemudian kuman masuk aliran darha dan mencapai sel-sel retukuloendotelial
hati, limpa dan organ-organ lainnya. Proses ini terjadi dalam masa tunas dan
akan berakhir saat sel-sel retikuloendotelial melepaskan kuman kedalam
peredaran darah dan menimbulkan bakteriemia untuk kedua kalinya. Selanjutnya
kuman masuk ke jaringan beberapa organ tubuh, terutama limpa, usus dan kandung
empedu.
Mekanisme masuknya kuman diawali
dengan infeksi yang terjadi pada saluran pencernaan. Basil diserap di usus
halus melalui pembuluh limfe lalu masuk kedalam peredaran darah sampai di organ-organ
lain, terutama hati dan limpa. Basil yang tidak dihancurkan beberkambang biak
dalam hati dan limpa sehingga organ-organ tersebut akan membesar disertai
dengan rasa nyeri pada perabaaan. Kemudian hasil masuk kembali ke dalam darah
(bakteriemia) dan menyebar ke seluruh tubuh terutama ke dalam kelenjar limfoid
usus halus, sehingga menimbulkan tukak terbentuk lonjong pada mukosa di atas
plak peyeri tukak tersebut dapat mengakibatkan perdarahan dan perforasi usus.
Gejala demam disebabkan oleh endotoksin, sedangkan gejala pada saluran
pencernaan disebabkan oleh kelainan pada usus.
Prognosis demam
typhoid pada anak adalah baik, asalkan pasien cepat berobat. Mortalitas pada
pasien yang dirawat adalah 6% prognosis menjadi tidak baik bila terdapat
gambaran klinis yang berat seperti: demam tinggi (hiperpireksia) atau febris
kontinua, kesadaran sangat menurun (sopor, koma, atau delirium), terdapat
komplikasi yang berat misalnya dehidrasi dan asidosis, serta perforasi.
Patogenesis
Infeksi terjadi pada saluran
pencernaan. Basil diserap di usus halus. Melalui pembuluh limfe halus masuk
kedalam peredaran darah sampai di organ-organ terutama hati dan limpa. Basil
yang tidak dihancurkan berkembang biak dalam hati dan limpa sehingga organ-organ
tersbut akan membesar disertai nyeri pada perabaan. Kemudian basil masuk
kembali ke dalam darah (bakterinia) dan menyebar ke seluruh tubuh terutama ke
dalam kelenjar limfoid usus halus, menimbulkan tukak berbentuk lonjong pada
mukosa di atas plak Pyeri. Tukak tersbut oleh endotoksin sedangkan gejala pada
saluran pencernaan disebabkan oleh kelainan pada usus.
Gejala Klinis
Gejala klinis demam tofoid pada anak
biasanya lebih ringan jika dibandingkan dengan penderita dewasa. Masa tunas
rata-rata 10-20 hari. Yang tersingkat 4 hari jika infeksi terjadi melalui
makanan, sdangkan yang terlama sampai 30 hari jika infeksi melalui minuman.
Selama masa inkubasi mungkin ditemukan gejala prodromal, yaitu perasaan tidak
enak badan, lesu, nyeri kepala, pusing dan tidak bersemangat.
1.
Demam
Pada kasus-kasus yang khas, demam berlangsung 3 minggu. Bersifat febris
remiten dan suhu tidak berapa tinggi. Selama minggu pertama, suhu tubuh
berangsur-angsur meningkat setiap hari, biasanya menurun pada pagi hari dan
meningkat lagi pada sore dan dalam hari. Dalam minggu kedua, penderita terus
berada dalam keadaan demam. Dalam minggu ketiga suhu badan berangsur-angsur
turun dan normal kembali pada akhir minggu ketiga.
2.
Gangguan pada saluran pencernaan.
Pada mulut terdapat nafas berbau tidak sedap. Bibir kering dan
pecah-pecah (ragaden). Lidah ditutupi selaput putih kotor (coated tongue).
Ujung dan tepinya kemerahan, jarang disertai tumor. Pada abdomen mungkin
ditemukan keadaan perut kembung (meteorismus). Hati dan limpa membesar disertai
nyeri pada perabaan.
Biasanya didapatkan konstipasi, akan tetapi mungkin pula normal bahkan
dapat terjadi diare.
3.
Gangguan kesadaran
Umumnya kesadaran penderita menurun walaupun tidak berada dalam yaitu
apatis sampai somnolen, jarang terjadi sopor, koma atau gelisah.
Disamping
gejala-gejala yang biasa ditemukan tersebut, mungkin pula ditemukan gejala
lain. Pada punggung dan anggota gerak dapat ditemukan roseoda, yaitu
bintik-bintik kemerahan karena emboli basil dalam kapiler kulit. Biasanya
ditemukan dalam minggu pertama demam. Kadang-kadang ditemukan bradikardia pada
anak besar dan mungkin pula ditemukan epistaksis.
Relaps
(Kambuh)
Yaitu keadaan berulangnya gejala
penyakit tifus abdominalis, akan tetapi berlangsung lebih ringan dan lebih
singkat. Terjadi dalam minggu kedua setelah suhu badan normal kembali. Terjadinya sukar
diterangkan, sepert halnya keadaan kekebalan alam. Yaitu tidak pernah menjadi
sakit walaupun mendapat infeksi yang cukup berat.
Menurut teori,
relaps terjadi karena terdapatnya basil dalam organ-organ yang tidak dapat
dimusnahkan baik oleh obat maupun oleh zat anti. Mungkin pula terjadi pada
waktu penyembuhan tukak terjadi invasi basil bersamaan dengan pembentukan
jaringan-jaringan fibroblas.
Gambaran
Klinis
Masa tunas 10-14
hari
Minggu I
Keluhan dan
gejala serupa dengan penyakit infeksi lainnya, yaitu demam nyeri kepala pusing,
nyeri otot, anoreksia, mual, muntah obstipasi atau diare, perasaan tidak enak
di perut, batuk dan epistaksis. Pada pemeriksaan fisik hanya didapatkan suhu
badan meningkat.
Minggu II
Demam,
bradikardi relatif, lidah dan khas (kotor ditengah, tepi dan ujungnya merah
serta tremor). Dapat ditemukan hepatomegali, splenomegali, dan meteorismus.
Kesadaran somnolent, sopor, koma dan dapat terjadi gangguan mental berupa
delirium atua psikosis.
Komplikasi
Dapat terjadi
pada:
1.
Usus halus
Umumnya jarang terjadi, akan tetapi sering fatal, yaitu:
a.
Pendarahan usus. Bila sedikit hanya ditemukan jika
dilakukan pemeriksaan tinja dengan benzidin. Bila perdarahan banyak terjadi
melena dan bila berat badan disertai perasaan nyeri perut dengan tanda-tanda
renjatan.
b.
Perforasi usus. Timbul biasanya pada minggu ketiga atau
setelah itu dan terjadi pada bagian distal ileum. Perforasi yang tidak disertai
peritonitis hanya dapat ditemukan bila terdapat udara di rongga peritoneum,
yaitu pekak hati menghilang dan terdapat udara di antara hati dan diafragma
pada foro rontgen abdomen yang dibuat dalam keadaan tegak.
c.
Peritonitis. Biasanya menyertai perforasi tetapi dapat
terjadi tanpa perforasi usus. Ditemukan gejala abdomen akut yaitu nyeri perut
yang hebat, dinding abdomen tegang (defense musculair) dan nyeri pada tekanan.
2.
Komplikasi di luar usus
Terjadi karena lokalisasi peradangan akibat sepsis (bakterenia) yaitu
meningitis, kolesistitis, ensefelopati dan lain-lain. Terjadi karena infeksi
sekunder, yaitu bronkopneumonia.
Dehidrasi dan asidosis dapat timbul akibat masukan makanan yang kurang
dan perspirasi akibat suhu tubuh yang tinggi.
Kompliksi yang
sering adalah pada usus halus, namun hal tersebut jarang terjadi. Apabila
komplikasi ini dialami oleh seorang anak, maka dapat berakibat fatal. Golongan
pada usus halus ini dapat berupa:
1.
Perdarahan usus, apabila sedikit, maka perdarahan
tersebut hanya ditemukan jika dilakukan pemeriksaan tinja dengan benzidin. Jika
perdarahan banyak maka dapat terjadi melena, yang bisa disertai nyeri perut
dengan tanda-tanda renjatan. Perforasi usus biasanya timbul pada minggu ketiga
atau setelahnya dan terjadi pada bagian distal ileum.
2.
Perforasi yang tidak disertai peritonitis hanya dapat
ditemukan bila terdapat udara di rongga peritoneum, yaitu pekak hati menghilang
dan terdapat udara diantara hati dan diafragma pada foto rontgen abdomen yang
dibuat dalam keadaan tegak.
3.
Peritonitis, biasanya menyertai perforasi, tetapi dapat
terjadi tanpa perforasi usus. Ditemukan gejala abdomen akut, yaitu neyeri perut
yang hebat, dinding abdomen tegak (defense musculain) dan nyeri tekan.
4.
Komplikasi di luar usus, terjadi karena lokalisasi
peradangan akibat sepsis (bakteremia), yaitu meningitis, kolesistisis,
ensefelopati, dan lain-lain, komplikasi di luar usus ini terjadi karena infeksi
sekunder, yaitu bronkopneumonia.
Potensial
Komplikasi
Komplikasi
intestinal: perdarahan usus, perforasi usus dan ileus paralitik.
Komplikasi
ekstra intestinal:
·
Komplikasi kardiovaskuler kegagalan sirkulasi
perifer (renjatan sepsis), miokarditis, trombosis dan tromboplebitis.
·
Komplikasi darah anemi hemolitik, trombositopeni
dan atau “disseminated intravaskular coagulation” (DIC) dan sindrom uremia
hemolitik.
·
Komplikasi paru: pneumonia empiema dan
pleuritis.
·
Hepar dan kandung empedu hepatitis dan
kolesistitis.
·
Komplikasi ginjal: glomerulonefritis,
pieloneritis.
·
Komplikasi tulang: osteornielitis, spondilitis,
artritis.
·
Komplikasi neuropsikiartrik: delirium
meningitis, polineuritis perifer, psikosis.
Pengobatan
Penderita yang dirawat dengan
diagnosis observasi tifus abdominalis harus dianggap dan diperlakukan langsung
sebagai penderita tifus abdominalis dan diberikan pengobatan sebagai berikut:
1.
Isolasi penderita dan desinfeksi pakaian dan ekskreta.
2.
Perawatan yang baik untuk menghindarkan komplikasi,
mengingat sakit yang lama, lemah dan anoreksia dan lain-lain.
3.
Istirahat selama demam sampai dngan 2 minggu normal
kembali, yaitu istirahat muak, berbaring terus di tempat tidur. Seminggu
kemudian boleh duduk dan selanjutnya boleh berdiri dan berjalan.
4.
Diet. Makanan harus mengandung cukup cairan, kalori dan
tinggi protein. Bahan makanan tidak boleh mengandung banyak serat, tidak
merangsang dan tidak menimbulkan banyak gas. Susu 2 kali satu gelas sehari
perlu diberikan. Jenis makanan untuk penderita dengan kesadaran menurun ialah
makanan cair yang dapat diberikan melalui pipa lambung. Bila anak sadar dan
nafsu makan baik, maka dapat diberikan makanan lunak.
5.
Obat pilihan ialah kloramfenikol, kecuali bila
penderita tidak serasi dapat diberikan obat lain misalnya empisilin,
kotrimoksazol dan lain-lain. Dianjurkan pemberian kloramfenikol dengan dosis
yang tinggi, yaitu 100 mg/kgbb/hari, diberikan 4 kali sehari peroral atau
intramuskulus atau intravena bila diperlukan.
Pemberian kloramfenikol dosis tinggi tersebut memberikan manfaat yaitu
waktu perawatan dipersingkat dan relaps tidak terjadi. Akan tetapi mungkin
pembentukan zat anti kurang, oleh karena basil terlalu cepat dimusnahkan.
Penderita yang dipulangkan perlu diberikan suntikan vaksin tipa.
6.
Bila terdapat komplikasi harus diberikan terapi yang
sesuai. Misalnya pemberian cairan intravena untuk penderita dengan dehidrasi
dan asidosis. Bila terdapat bronkopneumonia harus ditambahkan, penisilin dan
lain-lain.
Penatalaksanaan
Medik
Obat-obat
antibiotika yang biasa digunakan ialah kloramfenikol, tiamfenikol
kotrimoksazol, ampisilin dan amoksisilin.
-
Antipiretika
-
Bila perlu diberikan laksansia
-
Tirah baring selama demam untuk mencegah komplikasi
perdarahan usus atau perforasi usus.
-
Mobilisasi bertahap bila tidak panas, sesuai dengan
pulihnya kekuatan pasien.
-
Diet. Pada permulaan, diet makanan yang tidak
merangsang saluran cerna dalam bentuk sering atau lunak.
-
Makanan dapat ditingkatkan seusai perkembangan keluhan
gastrointestinal, perforasi.
Tiansfusi bila diperlukan pada
komplikasi perdarahan
No comments:
Post a Comment