BAB
I
PENDAHULUAN
A. Anatomi dan
Fisiologi Sistem Pernafasan
Saluran pernafasan atau tractus respiratorius
(respiratory rate) adalah bagian tubuh manusia yang berfungsi sebagai tempat
lintasan dan tempat pertukaran gas yang diperlukan untuk proses pernafasan.
Saluran ini berpangkal pada hidung, faring, laring, trakhea, bronkus utama,
bronkus lobaris, bronkiolus dan paru-paru (Wibowo, 2005 : 68).
Sistem pernafasan
berfungsi sebagai pendistribusi udara dan penukaran gas sehingga oksigen dapat
disuplai ke dan karbon dioksida dikeluarkan dari sel-sel tubuh, karena sebagian
besar dari jutaan sel tubuh kita letaknya terlalu jauh dari tempat terjadinya
pertukaran gas, maka udara pertama-tama harus bertukaran dengan darah, darah
harus bersirkulasi dan akhirnya darah dan sel-sel harus melakukan pertukaran
gas (Asih, 2003 : 20).
1. Saluran pernafasan atas
a. Hidung
Hidung merupakan
pintu masuk pertama udara yang kita hirup yang terbentuk dari dua tulang hidung
dan beberapa kartilago. Terdapat dua pintu pada dasar hidung yaitu nostril
(lubang hidung), atau neres eksternal yang dipisahkan oleh septum nasal di
bagian tengahnya.
b. Faring
Faring atau
tenggorokan adalah tuba muskular yang terletak di posterior ronggal nasal dan
oral dan di anterior vertebra servikalis. Faring dapat dibagi menjagi tiga
segmen :
1) Nasofaring : terletak di belakang rongga
nasal. Adenoid atau tonsil faringeal terletak pada dinding posterior
nasofaring, yaitu nodus limfe yang mengandung makrofag. Nasofaring adalah
saluran yang hanya dilalui oleh udara, tetapi bagian faring lainnya dapat
dilalui baik oleh udara maupun makanan.
2) Orofaring : terletak di belakang mulut. Tonsil
adenoid dan lingual pada dasar lidah, membentuk cincin jaringan limfatik
mengelilingi faring untuk menghancurkan patogen yang masuk ke dalam mukosa.
3) Laringofaring : merupakan bagian paling
inferior dari faring. Laringofaring ke arah anterior ke dalam laring dan ke
arah posterior ke dalam esofagus. Kontraksi dinding muskular orofaring dan
laringofaring merupakan bagian dari refleks menelan.
c. Laring
Fungsinya yaitu
berbicara adalah saluran pendek yang menghubungkan faring dengan trakhea.
Laring menjadi sarana pembentukan suara. Dinding laring terutama dibentuk oleh
tulang rawan (kartilago) dan bagian dalamnya dilapisi oleh membran mukosa
bersilia. Kartilago laring yang terbesar adalah kartilago tiroid : teraba pada
permukaan anterior leher (pada pria kartilago ini membesar yang disebut Adam’s
apple).
Epiglotis atau
kartilago epiglotik adalah kartilago yang paling atas, bentuknya seperti lidah
dan keseluruhannya dilapisi oleh membran mukosa. Selama menelan, laring
bergerak ke atas dan epiglotis tertekan ke bawah menutup glotis. Gerakan ini
mencegah masuknya makanan atau cairan ke dalam laring.
Pita suara terletak di kedua sisi glotis. Selama bernapas
pita suara tertahan di kedua sisi glotis sehingga udara dapat masuk dan keluar
dengan bebas dari trakhea.
2. Saluran pernafasan bawah
a. Trakhea
Terletak di depan
esofagus dan saat palpasi teraba sebagai struktur yang keras, kaku tepat di
permukaan anterior leher trakhea memanjang dari laring ke arah bawah ke dalam
rongga toraks tempatnya terbagi menjadi bronkhi kanan dan kiri. Dinding trakhea
disangga oleh cincin-cincin kartilago, otot polos dan serat elastik dan
dilapisi oleh membran mukosa bersilia yang banyak mengandung sel yang
mensekresi lendir.
b. Bronkhial dan alveoli
Ujung distal trakhea
membagi menjadi bronkhi primer kanan dan kiri yang terletak di dalam rongga
dada. Di dalam paru-paru membentuk cabang menjadi bronkhus sekunder. Fungsi
percabangan bronkhial untuk memberikan saluran bagi udara antara trakhea dan
alveoli. Sangat penting
artinya untuk menjaga agar jalan udara ini tetap terbuka dan bersih.
Unit fungsi paru atau
alveoli berjumlah sekitar 300 sampai 500 juta di dalam paru-paru pada rata-rata
orang dewasa. Fungsinya sebagai satu-satunya tempat pertukaran gas antara
lingkungan eksternal dan aliran darah. Setiap alveolus terdiri atas ruang udara
mikroskopik yang dikelilingi oleh dinding yang tipis yang terdiri atas satu
lapis epitel skuamosa. Diantara sel epitel terdapat sel-sel khusus yang
menyekresi lapisan molekul lipid seperti deterjen yang disebut surfaktan yang
melapisi permukaan dalam dinding alveolar.
c. Paru-paru
Paru-paru terletak di
kedua sisi jantung di dalam rongga dada dan dikelilingi serta dilindungi oleh
sangkar iga. Fungsi paru-paru adalah tempat terjadinya pertukaran gas antara
udara atmosfir dan udara dalam aliran darah. Setiap paru dibagi menjadi
kompartemen yang lebih kecil, pertama disebut lobus. Paru kanan terdiri atas
tiga lobus dan lebih besar dari kiri yang hanya terdiri atas dua lobus. Lapisan
yang membatasi antara lobus disebut fisura. Lobus kemudian membagi lagi menjadi
kompartemen yang lebih kecil dan dikenal sebagai segmen. Setiap segmen terdiri
atas banyak lobulus, yang masing-masing mempunyai bronkhiale, arteriole,
venula, dan pembuluh limfatik.
Dua lapis membran serosa mengelilingi setiap paru
dan disebut sebagai pleura. Lapisan terluar disebut pleura parietal yang
melapisi dinding dada dan mediastium. Lapisan di dalamnya disebut pleura
viseral yang mengelilingi paru dan dengan kuat melekat pada permukaan luarnya.
Rongga pleural ini mengandung cairan yang dihasilkan oleh sel-sel serosa di
dalam pleura yang fungsinya melicinkan permukaan dua membran pleura untuk
mengurangi gesekan saat paru-paru mengembang dan kontraksi saat bernafas.
d. Thoraks
Rongga thoraks
terdiri atas rongga pleura kanan dan kiri dan bagian tengah yang disebut
mediastrium. Thoraks mempunyai peran penting. Thoraks menjadi lebih besar
ketika dada dibusungkan dan menjadi lebih kecil ketika dikempeskan. Saat diafragma
berkontraksi, diafragma akan mendatar keluar dan dengan demikian menarik dasar
rongga thoraks ke arah bawah sehingga memperbesar volume thoraks ketika
diafragma rileks maka memperkecil volume rongga thoraks (Asih, 2003 : 3-9).
Proses respirasi berlangsung beberapa tahap menurut
(Alsagaff, 2006 : 7) yaitu :
1. Ventilasi : yaitu pergerakan udara ke dalam dan ke
luar paru. Inspirasi yaitu pergerakan udara dari luar ke dalam paru. Ekspirasi
yaitu pergerakan udara dari dalam ke luar paru.
2. Pertukaran
gas di dalam alveoli dan darah. Proses ini disebut pernafasan luar.
3. Transportasi
gas melalui darah.
4. Pertukaran gas antara darah dengan sel-sel jaringan. Proses
ini disebut pernafasan dalam.
5. Metabolisme
penggunaan O2 di dalam sel serta pembuatan CO2 yang disebut juga
pernafasan seluler.
B. Pengertian
Penyakit
Paru Obstruksi Menahun (PPOK) adalah kelainan dengan klasifikasi yang luas,
termasuk bronkitis kronis, bronkiektasis, emfisema, dan asma. Ini merupakan
kondisi yang terdapat pulih yang berkaitan dengan dispnea pada aktivitas fisik
dan mengurangi aliran udara (Baughman, 2000 : 444).
Penyakit paru obstruksi menahun
(PPOK) adalah kondisi kronis yang berhubungan dengan riwayat emfisema, asma,
bronkiektasis, merokok sigaret, atau terpajan pada polusi udara, terdapat
sumbatan jalan nafas yang secara progresif meningkat (Tucker, 1998 : 237).
Penyakit paru obtruksi menahun
(PPOK) adalah aliran udara mengalami obstruksi yang kronis dan pasien mengalami
kesulitan dalam pernafasan. PPOK sesungguhnya merupakan kategori penyakit
paru-paru yang utama dan bronkitis kronis, dimana keduanya menyebabkan
perubahan pola pernafasan (Reeves,
2001 : 41).
PPOK meliputi :
1) Asma
a)
Batuk
(mungkin produktif atau nonproduktif), dan perasaan dada seperti terikat.
b) Mengi
saat inspirasi dan ekspirasi, yang sering terdengar tanpa stetoskop.
c)
Pernapasan
cuping hidung.
d)
Ketakutan
dan diaforesis
2) Bronkitis
a)
Batuk
produktif dengan sputum berwarna putih keabu-abuan, yang biasanya terjadi pada
pagi hari dan sering diabaikan oleh perokok (disebut batuk perokok).
b)
Inspirasi
ronki kasar (crakcles) dan mengi.
c)
Sesak
napas
3) Bronkitis (tahap
lanjut)
a)
Penampilan sianosis (karena polisitemia yang terjadi
sebagai akibat dari hipoksemia kronis).
b)
Pembengkakan umum atau penampilan “puffy” (disebabkan
oleh edem asistemik yang terjadi sebagai akibat dari kor pulmonal); secara
klinis, pasien ini umumnya disebut “blue bloaters”.
4) Emfisema
a)
Penampilan
fisik kurus dengan dada “barrel chest” (diameter toraks anterior-posterior
meningkat sebagai akibat hiperinflasi paru-paru).
b)
Fase
ekspirasi memanjang.
5) Emfisema (tahap
lanjut)
a)
Hipoksemia
dan hiperkapnia tetapi tak ada sianosis : pasien ini sering digambarkan secara
klinis sebagai “pink puffers”
b)
Jari-jari
tubuh
C. Etiologi
Faktor-faktor
resiko penting yang menyebabkan PPOK
1. Perokok kretek
2. Polusi udara
3. Pemajanan di tempat kerja
(batu bara, kapas, padi-padian)
Prosesnya dapat terjadi dalam rentang
lebih dari 20 sampai 30 tahun (Smeltzer, 2002 : 756).
Faktor
penyebab lain menurut (Doenges, 1999 : 152) alergen, masalah emosi, cuaca
dingin, latihan, obat, kimia, dan infeksi.
D. Manifestasi Klinik
1. Batuk
2. Sputum atau mukoid, jika ada infeksi menjadi purulen atau
mukopurulen.
3. Sesak, sampai menggunakan otot-otot pernafasan otot-otot
pernafasan tambahan untuk bernafas (Mansjoer, 2000 : 480)
Manifestasi klinis dari PPOK
adalah malfungsi kronis pada sistem pernafasan yang manifestasi awalnya
ditandai dengan batuk-batuk dan produksi dahak pada pagi hari. Napas pendek
sedang berkembang menjadi napas pendek akut. Batuk yang produktif dahak
memburuk menjadi batuk persisten yang disertai dengan produksi dahak yang
semakin banyak. Pasien sering mengalami infeksi pernapasan dan kehilangan berat
badan menurun atau cukup drastis, sehingga pada akhirnya pasien tersebut tidak
akan mampu secara maksimal melaksanakan tugas-tugas rumah tangga. Pasien mudah
lelah, mudah mengalami penurunan berat badan sebagai akibat dari nafsu makan
yang menurun. Penurunan daya kekuatan tubuh, kehilangan selera makan, penurunan
kemampuan pencernaan sekunder karena tidak cukupnya oksigenasi sel dalam sistem
gastrointestinal (Reeves, 2001 : 44).
E. Patofisiologi
Pada bronkhitis kronik maupun
emfisema terjadi penyempitan saluran nafas, penyempitan ini dapat mengakibatkan
obstruksi jalan nafas dan menimbulkan sesak. Pada bronkhitis kronik, saluran
pernafasan kecil yang berdiameter kurang dari 2 mm menjadi lebih sempit
berkelok-kelok dan berobliterasi. Penyempitan ini terjadi karena metaplasia sel
gobles. Saluran napas besar juga menyempit karena hipertrofi dan hiperplasi
kelenjar mukus. Pada emfisema paru penyempitan saluran nafas disebabkan oleh
berkurangnya elastisitas paru-paru (Mansjoer, 2000 : 480).
Obstruksi jalan nafas
yang menyebabkan reduksi aliran udara beragam tergantung pada penyakit. Pada
bronkitis kronis dan bronkiolitis penumpukan lendir dan sekresi yang sangat
banyak menyumbat jalan nafas. Pada emfisema, obstruksi pada pertukaran oksigen
dan karbondioksida terjadi akibat kerusakan dinding alveoli yang disebabkan
oleh overekstensi ruang udara yang mengalir ke dalam paru-paru (Smeltzer, 2002
: 594).
F.
Pengkajian
Dasar
Menurut
Doenges (2000 : 152-155) pengkajian dasar PPOK antara lain
1. Aktivitas / istirahat
Gejala :
a. Keletihan, kelelahan, malaise
b. Ketidakmampuan untuk melakukan aktivitas sehari-hari
karena sulit bernafas.
c. Ketidakmampuan untuk tidur, perlu tidur dalam posisi
tubuh tinggi.
d. Dispnea pada saat istirahat atau respons terhadap
aktivitas atau latihan.
Tanda :
a. Keletihan
b. Gelisah, insomnia
c. Kelelahan umum atau kehilangan massa otot
2. Sirkulasi
Gejala : Pembengkakan pada ekstremitas bawah.
Tanda :
a. Peningkatan tekanan darah
b. Peningkatan frekuensi jantung atau takikardia berat,
disritmia
c. Distensi vena leher
d. Edema tidak berhubungan dengan penyakit jantung
e. Bunyi jantung redup
4. Integritas ego
Gejala :
a. Peningkatan faktor resiko
b. Perubahan pola hidup
Tanda : Ansietas, ketakutan, peka rangsang
5. Makanan dan cairan
Gejala :
a. Mual atau muntah
b. Anoreksia
c. Penurunan berat badan
Tanda :
a. Turgor kulit buruk
b. Edema
c. Berkeringat
d. Penurunan massa otot
6. Higiene
Gejala : Penurunan
kemampuan atau peningkatan kebutuhan melakukan aktivitas
Tanda : Kebersihan buruk, bau badan.
6. Pernapasan
Gejala :
a. Napas pendek, rasa dada tertekan
b. Batuk menetap dengan produksi sputum setiap hari
c. Riwayat pneumonia berulang
d. Faktor keluarga dan keturunan
e. Penggunaan oksigen pada malam hari atau terus menerus
Tanda :
a. Pernafasan cepat atau lambat, ekspirasi memanjang dengan
mendengkur
b. Adanya penggunaan otot bantu pernapasan
c. Bunyi nafas redup dengan ekspirasi mengi
d. Perkusi hipersonan
e. Kesulitan bicara
f. Warna pucat dan sianosis bibir dan dasar kuku
g. Terdapat jari tabuh (clupping
finger)
7. Keamanan
Gejala :
a. Riwayat reaksi alergi, sensitif terhadap faktor
lingkungan
b. Adanya atau berulangnya infeksi
Tanda : Kemerahan atau berkeringat
8. Seksualitas
Gejala : Penurunan libido
9. Interaksi sosial
Gejala :
a. Hubungan ketergantungan
b. Kurang sistem pendukung
c. Kegagalan dukungan orang terdekat
d. Penyakit lama
Tanda :
a. Keterbatasan mobilitas fisik
b. Kelalaian hubungan dengan anggota keluarga lain
10. Penyuluhan atau pembelajaran
Gejala :
a. Penyalahgunaan obat pernafasan
b. Kesulitan menghentikan rokok
c. Penggunaan alkohol secara teratur
H. Pemeriksaan Penunjang
1. Sinar X dada
Hiperinflasi paru-paru,
mendatarnya diafragma, peningkatan area udara retrosternal, penurunan tanda
vaskularisasi (emfisema), peningkatan tanda bronkovaskular (bronkitis).
2. Tes fungsi paru
Untuk menentukan penyebab
dipsnea, menentukan apakah fungsi abnormal adalah obstruksi atau restruksi, dan
untuk mengevaluasi efek terapi.
3. Kapasitas inspirasi : menurun pada
emfisema
4. Volume residu : meningkat pada
emfisema, bronkitis kronis, dan asma.
5. GDA
PaO2 menurun, PaCO2
normal atau meningkat (bronkitis kronis dan emfisema), dan menurun pada asma,
pH normal atau asidosis, alkalosis respiratori ringan sekunder terhadap hiperventilasi.
6. Bronkogram
Menunjukkan dilatasi silindris
bronkus pada inspirasi, kolaps bronkial pada ekspirasi kuat (emfisema),
pembesaran duktus mukosa yang terlihat pada bronkhitis.
7. Kimia darah : meyakinkan
defisiensi dan diagnosa emfisema primer.
8. Sputum : menentukan adanya
infeksi, patogen, gangguan alergi.
9. EKG : deviasi aksis kanan,
peninggian gelombang P (asma berat), disritmia atrial (bronkitis), peninggian
gelombang P pada lead II, III, AVF (bronkitis, emifisema), aksis vertikal QRS
(emfisema)
10. JDL (jumlah darah
lengkap) dan diferensial
Hemoglobin meningkat (emfisema
luas), peningkatan eosinofil (asma) (Doenges, 2000 : 155).
I. Komplikasi
Komplikasi dari PPOK
menurut Tucker (1998 : 238) adalah
1. Disritmia
2. Gagal
pernafasan akut
3. Gagal
jantung
4. Kor
pulmoner
5. Edema
perifer
6. Hepatomegali
7. Sianosis
8. Distensi
vena leher
9. Murmur
regurgitasi
10. Polisitemia
11. Peptik
dan refluks esofagus
Komplikasi dari PPOK menurut
Mansjoer (2000 : 481) infeksi yang berulang, pneumothoraks spontan,
eritrositosis karena keadaan hipoksia kronis, gagal nafas, dan cor pulmonal.
Komplikasi dari PPOK menurut
Smeltzer (2002 : 596)
1. Gagal
atau insufisiensi pernapasan
2. Atelektasis
3. Pneumonia
4. Pneumothoraks
5. Hipertensi
paru
J. Penatalaksanaan
1. Penatalaksanaan medis menurut Tucker (1998 :
238)
a. Terapi
oksigen
b. Berikan nafas buatan atau ventilasi mekanik sesuai
kebutuhan
c. Fisioterapi
dada
d. Pengkajian
seri GDA
e. Obat-obatan
f. Bronkodilator
g. Antibiotik
h. Kortikosteroid
i. Diuretik
j. Vaksinasi
influensa
k. Kardiotonik
2. Penatalaksanaan keperawatan
Tindakan keperawatan menurut Doenges (2000 : 156-163), tindakan
keperawatan yang penting pada pasien PPOK adalah fisioterapi dada, batuk
efektif, latihan nafas dalam, memberikan posisi semi fowler, cegah terjadinya
polusi lingkungan, kaji tingkat ketergantungan pasien, mendiskusikan efek
bahaya merokok dan menganjurkan pasien untuk menghindari rokok, tingkatkan
masukan cairan sampai 3000 ml/hari, diskusikan kebutuhan masukan nutrisi
adekuat.
K. Intervensi
Menurut Donges (2000 : 156)
fokus intervensi PPOK antara lain :
1. Bersihan jalan nafas tidak efektif
berhubungan dengan bronkospasme,
peningkatan produksi sekret, sekresi tertahan tebal, sekresi kental, penurunan
energi atau kelemahan.
Tujuan
: mempertahankan potensi jalan nafas dengan kriteria :
a. Mempertahankan jalan nafas paten dengan bunyi nafas
bersih dan jelas.
b. Menunjukkan perilaku untuk memperbaiki bersihan jalan
nafas, misal : batuk efektif dan mengeluarkan sekret.
Intervensi
:
a. Auskultasi
bunyi nafas, catat adanya bunyi nafas.
b. Pantau
frekuensi pernafasan.
c. Catat
adanya derajat dypsnea.
d. Kaji pasien untuk posisi yang nyaman.
e. Pertahankan
polusi lingkungan minimum.
f. Bantu
latihan nafas abdomen.
g. Tingkatkan masukan cairan sampai 3000 ml/hari.
2. Kerusakan pertukaran gas
berhubungan dengan gangguan suplai oksigen (obstruksi jalan nafas oleh sekresi,
spasme bronkus, jebakan udara), kerusakan alveoli.
Tujuan : mempermudah pertukaran gas dengan kriteria :
a. Pasien akan menunjukkan perbaikan ventilasi dengan
oksigenasi jaringan adekuat dengan GDA dalam rentang normal dan bebas gejala
distres pernafasan.
b. Pasien
akan berpartisipasi dalam program pengobatan dalam tingkat kemampuan atau
situasi.
Intervensi :
a. Kaji
frekuensi, kedalaman pernafasan, catat penggunaan otot aksesori, nafas bibir,
ketidakmampuan bicara atau berbincang.
b. Tinggikan
kepala tempat tidur, bantu pasien memilih posisi yang mudah untuk bernafas dan
latihan nafas dalam.
c. Kaji
kulit dan warna membran mukosa.
d. Dorong
pengeluaran sputum.
e. Auskultasi
bunyi nafas, catat area penurunan aliran udara dan bunyi tambahan.
f. Awasi
tingkat kesadaran atau status mental.
g. Awasi
tanda vital dan irama jantung.
h. Berikan
O2 tambahan sesuai indikasi hasil GDA dan intoleransi pasien.
3. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
berhubungan dengan dypsnea, kelemahan efek samping obat, produksi sputum,
anoreksia, mual atau muntah.
Tujuan : meningkatkan masukan
nutrisi dengan kriteria :
a. Pasien akan menunjukkan peningkatan berat badan menuju
tujuan yang tepat.
b. Pasien akan menunjukkan perilaku atau perubahan pola
hidup untuk meningkatkan dan atau mempertahankan berat yang tepat.
Intervensi :
a. Kaji kebiasaan diit, masukan makanan saat ini.
b. Auskultasi
bunyi usus.
c. Berikan
perawatan oral, buang sekret.
d. Dorongan
periode istirahat selama 1 jam, sebelum dan sesudah makan.
e. Hindari makanan penghasil gas dan minuman karbonat.
f. Hindari
makanan yang sangat panas atau sangat dingin.
g. Timbang berat badan sesuai indikasi.
h. Kaji
pemeriksaan laboratorium.
i. Konsul
dengan ahli gizi.
4. Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan tidak
adekuatnya pertahanan utama (penurunan kerja silia, menetapnya sekret)
Tujuan : tidak ada tanda dan gejala infeksi dengan
kriteria :
a. Menyatakan
pemahaman penyebab atau faktor resiko individu.
b. Mengidentifikasi
intervensi untuk mencegah atau menurunkan resiko individu.
c. Menunjukkan
teknik, perubahan pola hidup untuk meningkatkan lingkungan yang aman.
Intervensi :
a. Kaji
suhu tubuh pasien
b. Kaji
pentingnya nafas dalam, batuk efektif, perubahan posisi sering, dan masukan
cairan adekuat.
c. Kaji warna, karakter, bau sputum.
d. Ajarkan cuci tangan yang benar.
e. Awasi
pengunjung.
f. Dorong
keseimbangan antara aktivitas dan istirahat.
g. Diskusikan kebutuhan masukan nutrisi adekuat.
5. Kurang pengetahuan berhubungan
dengan kurang informasi atau tidak mengenal sumber informasi, salah mengerti
tentang informasi, kurang mengingat atau keterbatasan kognitif.
Tujuan : meningkatkan tingkat pengetahuan dengan kriteria
:
a. Menyatakan pemahaman kondisi atau proses penyakit dan
tindakan.
b. Mengidentifikasi
hubungan tanda dan gejala yang ada dari proses penyakit dan menghubungkan
dengan faktor penyebab.
c. Melakukan perubahan pola hidup dan berpartisipasi dalam
program pengobatan.
Intervensi
:
a. Jelaskan
proses penyakit individu.
b. Diskusikan
obat pernafasan, efek samping, dan reaksi yang tak diinginkan.
c. Anjurkan menghindari agen sedatif anti anestesi.
d. Tekankan pentingnya perawatan oral atau kebersihan gigi.
e. Diskusikan pentingnya menghindari orang yang sedang infeksi
pernafasan akut.
f. Kaji
efek bahaya merokok dan nasehatkan menghentikan rokok pada pasien dan atau
orang terdekat.
g. Berikan
reinforcement tentang pembatasan aktivitas.
6. Gangguan pola tidur berhubungan dengan batuk,
ketidakmampuan melakukan posisi terlentang, rangsangan lingkungan.
Tujuan : kebutuhan
istirahat terpenuhi dengan kriteria : waktu tidur rutin, kualitas dan kuantitas
tidur baik.
Intervensi :
a. Jelaskan siklus tidur dan
signifikannya
1) Tahap I : tahap transisi antara bangun dan tidur
2) Tahap II : tidur tapi mudah terbangun.
3) Tahap III : tidur dalam lebih sulit terbangun.
4) Tahap IV : tidur paling dalam
b. Diskusikan perbedaan individu
dalam kebutuhan tidur menurut usia, gaya hidup, aktivitas dan tingkat stres.
c. Tingkatkan relaksasi, berikan
lingkungan yang tenang, beri ventilasi ruangan yang baik, tutup pintu ruangan
yang baik, tutup pintu ruangan pasien.
d. Bila diinginkan tinggikan kepala
tempat tidur setinggi 10 inci dan gunakan penopang bantal di bawah lengan.
e. Hindari pemberian cairan panas
atau dingin menjelang tidur.
DAFTAR PUSTAKA
Asih, N.L.G.Y.,
Effendy, C., 2003, Keperawatan Medikal
Bedah : Klien dengan Gangguan Sistem Pernafasan, Editor Monica Ester, EGC,
Jakarta.
Carpenito, L.J., 1998, Diagnosa Keperawatan Aplikasi pada Praktek
Klinik, (terjemahan), Alih Bahasa : PSIK, Universitas Padjajaran, EGC,
Jakarta.
Carpenito, L.J., 1999, Rencana Asuhan dan Dokumentasi Keperawatan
Diagnosa Keperawatan dan Masalah Kolaboratif, Alih Bahasa : PSIK,
Universitas Padjajaran, EGC, Jakarta.
Danusanto, H., 2000, Ilmu Penyakit Paru, Hipokrates, Jakarta.
Doenges, M.E.,
Moorhouse, M.F., Geissler, A.C., 1999, Rencana
Asuhan Keperawatan Pedoman untuk Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan
Pasien, (terjemahan), Alih Bahasa : I Made Krisiana dan Ni Made Sumarwati,
Ed. 3, EGC, Jakarta.
Doenges, M.E.,
Moorhouse, M.F., Geissler, A.C., 2000, Rencana
Asuhan Keperawatan Pedoman untuk Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan
Pasien, (terjemahan), Alih Bahasa : I Made Krisna dan Ni Made Sumarwati,
Ed. 3, EGC, Jakarta.
Smeltzer, S.C., Bare,
B.G., 2002, Buku Ajar Keperawatan Medikal
Bedah Brunner and Suddarth, (terjemahan), Alih Bahasa : Agung Waluyo,
Editor Monica Ester, Ed. 8, Vol. 2, EGC, Jakarta.
Syaifuddin, 2006, Anatomi Fisiologi untuk Mahasiswa
Keperawatan, Editor Monica Ester, Ed. 3, EGC, Jakarta.
No comments:
Post a Comment