BAB I
PENDAHULUAN
Secara normal antara system saluran kencing dan juga saluran pencernaan terpisah satu sama lain. Tapi ada hal yang kadang bisa menyebabkan hubungan antara dua organ yang terpisah itu antara lain infeksi, inflamasi, keganasan, komplikasi postoperasi. Penyakit usus sendiri yang terjadi jika berdekatan dengan organ vesicaurinaria bisa memunculkan suatu keadaan hubungan antara dua system tersebut yang dikenal sebagai fistula enterovesical.
Fistula sendiri merupakan suatu saluran abnormal yang menghubungkan antara 2 organ secara langsung, Fistula enterovesical disini terjadi hubungan antara buli dan tractus intestinal baik caecum, apendik, colon, rectum dsb. Fistula ini bisa ditemukan pada anak-anak dan dewasa. Pada anak-anak paling sering disebabkan karena kelainan kongenital yang dihubungkan “colorectal imperforation” dan juga atresia anal dan uretral. Sedangkan pada dewasa sering disebabkan oleh karena Penyakit Chron, divertikulosis, neoplasma di colon atau buli , inflammatory bowel disease dll. Manifestasi gejala penyakit ini bervariasi, tapi kadang tidak khas bisa menunjukkan adanya suatu fistula, oleh karena gejalanya menyerupai dengan berbagai penyakit pada traktus urinarius dan sebagian gejala juga ada gangguan pencernaan.
Diagnosis fistula enterovesical sendiri juga kadang sulit sehingga perlu perhatian serius dalam menilai gejala, melakukan pemeriksaan penunjang dan juga menentukkan methode untuk menegakkan diagnosis terhadap penyakit ini. Hanya dengan pemeriksaan radiografi konvensional tidak bisa menilai adanya kelainan penyakit ini. Pemeriksaan dengan menggunakan CT Scan dengan kontras merupakan primary diagnosis untuk menegakkan penyakit ini. Disamping itu kita juga melihat adanya komponen intraluminal kita juga dapat melihat adanya masa atau jaringan.
Pendekatan terapi pada fistula enterovesical bervariasi tergantung ada tidaknya inflamasi, keganasan, dan organ mana saja yang terkena. Modalitas terapi yang terpilih untuk saat ini adalah dengan pembedahan, tapi kadang juga terapi konservatif dan medikamentosa berperan penting dalam pengobatan fistula enterovesical ini.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Definisi
Fistula sendiri adalah suatu hubungan abnormal antara dua permukaan epitel. Fistula enterovesikal adalah suatu hubungan abnormal yang menghubungkan antara vesika urinaria dan traktus intestinalis (colon, ileum, rektum, apendix dsb). Fistula enterovesikal juga dikenal dengan fistula intestinovesikal.
Fistula enterovesikal dibagi menjadi 4 bagian berdasarkan segmen usus yang berperan di dalamnya antara lain 1) Fistula Colovesical; 2) Fistula Rectovescal (termasuk juga Fistula Rectouretral); 3) Fistula Ileovesical; 4) Fistula Apendikovesical. Fistula Colovesical adalah kelainan yang paling umum ditemukan dan yang paling sering terjadi adalah antara segmen colon sigmoid yang berhubungan dengan vesica urinaria. Fistula Rektovesical bisa terjadi sebagai konsekuensi adanya suatu prosedur pembedahan misalnya prostatectomy, atau infeksi kronis yang berhubungan dengan 2 organ tersebut, dan mungkin terjadi dikarenakan suatu gangren Fornier.
B. Epidemiologi
Fistula enterovesical yang umumnya terjadi adalah tipe fistula colovesical. Untuk menentukkan frekuensi fistula enterovesical sendiri kadang sangat sulit dikarenakan proses yang terjadi kadang multiple dan prosedur pembedahan berefek menimbulkan beberapa fistula.
Insiden fistula enterovesical pada pasien dengan diverticulosis adalah sekitar 2%, walaupun ada beberapa center yang menyebutkan presentase yang lebih. Hanya sekitar 0,6 % saja dari suatu keganasan yang membentuk suatu fistula.
Fistula enterovesical sendiri sering terjadi pada laki-laki daripada perempuan dengan perbandingan laki-laki dan perempuan 3:1. Hal ini disebabkan oleh karena interposisi uterus atau adneksa dan juga vesica urinaria dan usus itu sendiri. Sekitar 50 % wanita yang sebelumnya punya riwayat hystrectomyditemukan juga suatu fistula enterovesical, tapi pada wanita kejadian ini pun sebenarnya jarang terjadi karena lebih banyak tipe fistula yang terjadi pada wanita berasal dari iatrogenik/ pembedahan misalnya : fistula enterovaginal, fistula ureterovaginal, fistula vesicovaginal.
C. Etiologi
Pembentukan fistula diyakini berkembang dari perforasi yang terlokalisir kemudian berimbas pada organ lain karena terjadi suatu perlekatan. Dan prsoes patologis ini terjadi pada daerah intestinal, dan karakteristik proses patologi yang demikian yang memunculkan hubungan antara segmen usus dengan vesicaurinaria., yang nantinya diyakini sebagai suatu Fistula enterovesical.
Penyebab terjadinya fistula enterovesikal bervariasi, divertikel usus besar (50-70 %) nantinya bisa mengakibatkan terjadinya fistula colovesical, penyakit neoplastik (adenocarcinoma colon, karsinoma buli dsb) dapat menyebabkan fistula rectovesical, Crohn disease menyebabkan fistula ileovesical, Apendisitis juga ditengarai bisa menyebabkan fistula apendivesical, Inflamation Bowel Disease, terapi radiasi, juga karena proses trauma bisa jadi menjadi faktor lain penyebab terjadinya fistula ini.
D. Latar Belakang Sejarah
Pada awal abad ke 2 Ephesus dari Rufus memaparkan adanya suatu fistula yang menghubungkan antara vesica uriniaria dan juga segmen usus. Penyebab umum terjadinya hubungan yang tidak sempurna antara dua organ ini adalah ( misal: penyakit tipes, amubiasis, siphilis, dan juga TBC ) dan dapat terjadi karena diverticulosis, keganasana, Crohn Disease, dan iatrogenik. Pengobatan juga sudah dilakukan pada sekitar tahun 1888 dan beberapa bersugesti tentang fistula enterovesical mungkin dapat diobati oleh “suatu program dari Brustol dan air susu dari keledai”. Meskipun demikian pembedahan menjadi pendekatan metode terapi yang terpilih walaupun lebih invasif.
E. Patofisiologi
Fistula enterovesical bisa terjadi secara kongenital ataupun didapat. Fistula enterovesical kongenital biasanya terjadi pada anak-anak dan jarang terjadi dan kadang dihubungkan dengan anus imperforata, sedangkan pada orang dewasa penyebab paling sering adalah diverticulosis, keganasan, crohn disease, iatrogenik dan komplikasi dari pembedaha.
1. Patosiologi inflamasi
50-70% fistula enterovesical disebabkan oleh karena diverticulosis. Fistula divertikel sering terjadi dan menyebabkan fistula colovesical. Komplikasi dari divertikulosisoleh karena phlegmon atau suatu abses yang melekat pada vesicaurinaria yang dapat menyebabkan perforasi pada vesica urinaria ini pada akhirya dapat menyebabkan hubungan yang tidak sempurna antara dua organ tersebut yang dikenal sebagai fistula colovesical. Komplikasi ini terjadi sekitar 2-4% dari semua kasus di vertikulosis , walaupun pada beberapa center yang lain menyebutkan presentase yang lebih.
Sekitar 10% fistula enterovesical disebabkan oleh karena penyakit crohn yang umunya menyebabkan suatu fistula ileovesical. Fistula ileovesical berkembang dari 10% pasien dengan diagnosa ilietis. Inflamasi yang terjadi secara transmural yang ini khas pada colitis crohn selalu berakibat pada perlekatan dengan organ lain. Dan kemudian suatu erosi yang berkembang pada organ lain yang terkena imbas dari inflamasi tersebut menyebabkan terjadinya fistula. Perkembangan penyakit crohn untuk menimbulkan gejala suatu fistula memerlukan waktu sekitar 10 tahun, dan paling banyak pasien seperti demikian pada usia sekitar 30 tahun.
Jarang yang terjadi inflamasi yang menyebabkan fistula yang disebabkan oleh karena divertiikulum meckel, coccidioidomycosys genitourinary, ataupun actinomycosis pelvic. Kadang apendisitis sendiri yang bisa menyebabkan fistula appendicovesical. Pernah juga dilaporkan fistula enterovesical yang disebabkan oleh karena lymphadenopathy yang dihubungkan dengan penyakit Fabry. Di Spanyol pernah juga dilaporkan dalam suatu kasus walaupun jarang terjadi, bahwa ada suatu fistula colovesical yang berkembang dari inflamasi yang berasal dari vesicaurinaria pada pasien dengan diabetes melitus.
2. Patofisiologi keganasan
Sekitar 20 % fistula enterovesical disebabkan oleh karena keganasan. Karsinoma kolorektal merupakan suatu keganasan yang dihubungkan dengan fistula enterovesical. Keganasan merupakan faktor penyebab kedua yang paling terjadinya fistula colovesical. Karsinoma transmural dari colon dan rektum yang melekat pada organ dan menginfiltrasi secara langsung darin organ yang bersangkutan dan dapat menyebabkan perkembangan fistula juga. Saat ini kejadian ini sangat jarang oleh karena karsinoma ini dapat dideteksi pada stadium dini.
Pernah dilaporkan juga ada kalanya karsinoma buli, cervik, prostat dan ovarium bisa dihubungkan dengan kejadian fistula enterovesical, dan termasuk adanya lympoma di usus. Fistula rektovesical frekeunsinya selalu dihubungkan dengan keganasan.
3. Patofisiologi iatrogenik dan trauma
Fistula iatrogenik biasanya diinduksi oleh karena prosedur pembedahan, radiasi, kanker, ataupun juga infeksi. Prosedur pembedahan yang meliputi prostaktomi, reseksi masa baik jinak atau ganas di rektum, laparoskopi inguinal pada hernia, diperkirakan sebagai penyebab terjadinya fistula rectovesical ataupun fistula rectourethral.
Radiasi eksternal atau brakhiterapy mungkin dapat menyebabkan kelainan pada usus. Fistula yang dihubungkan dengan radiasi berkembang dalam beberapa tahun setelah terapi radiasi pada keganasan pada ginekologis dan urologis. Fistula ini berkembang spontan setelah terjadi perforasi yang diinduksi oleh radiasi yang mengenai usus, dan fistula yang berkembang oleh karena radiasi sangat komplek dan mengenai lebih dari 1 organ (contohnya: usus ke vesicaurinaria). Sedangkan fistula yang disebabkan oleh oleh sitotoksik obat pernah dilaporkan pada pasien yang medapatkan terapi CHOP (cyclopospamid, doxorubicin, vincristine, prednisolone) regimen untuk lympoma Non-Hodgkin.
Gangguan uretral yang disebabkan oleh karena trauma tumpul atau lancip pada abdomen dapat menyebabkan fistula uretrorectal. Benda asing yang tertelan masuk ke dalam saluran pencernaan(misalnya menelan tulang ayam, atau tertelan benda asing yang lain) atau karena tindakan invasive pada peritonium, misalnya setelah laparoskopi pada pasien dengan batu empedu pernah dilaporkan dapat menyebabkan suatu fistula colovesical.
F. Manifestasi Klinis
Tanda-tanda dan gejala klinis yang menyertai fistula entervesical ini terjadi secara primer seperti halnya gejala penyakit yang mengenai saluran kemih. Gejala klinis yang paling umum terjadi adalah nyeri suprapubik, gangguan buang air besar, dan gejala yang berhubungan dengan suatu infeksi kronis mengenai saluran kemih. Hal ini juuga ditandai dengan penemuan abnormal dari analisis urin yaitu urin berbau, adanya kotoran di urin, hematuria.
Tanda-tanda gejala fistula enterovesical mungkin juga dikaitkan dengan Syndrome Gouverneur, yang ditandai dengan nyeri suprapubic, dysuria, tenesmus. Demam jarang terjadi, kecuali mungkin pada fistula colovesical yang berkembang menjadi sepsis. Sepsis sendiri pernah dilaporkan sekitar 70% pada pasien dengan obstruksi pada lubang saluran kemihnya. Tapi kadangkala fistula juga asimptomatik dan jarang disertai adanya kelainan abdominal atau diare. Sehingga pada beberapa pasien yang asimptomatik tersebut kadang baru didiagnosa setelah 4 sampai 12 bulan setelah pengobatan yang tidak menunjukkan respon positif.
Pneumaturia dan juga fecaluria mungkin terjadi kadang-kadang saja, dan harus dicermati juga riwayat penyakit sebelumnya dari pasien tersebut. Pneumaturia terjadi pada sekitar 60 % pasien tapi kadang juga tidak spesifik karena ini juga bisa disebabkan oleh karena produksi gas mikroorganisme di vesika urinaria (contohnya Clostridium), atau pada pasien dengan diabetes melitus. Gejala pneumaturia pada fistula enterovesical ini lebih banyak terjadi pada pasien yang sebelumnya punya riwayat penyakit diverticulosis dan penyakit Crohn daripada keganasan . Fecaluria adalah tanda patognomik pada pasien dengan fistula yang terjadi sekitar 40%. Pasien kadang menjelaskan kadang pada urinnya terdapat material seperti feses. Pada fistula enterovesical sering ditemui adanya aliran yang abnormal yang berawal dari usus ke kandung kemih, tapi jarang yang ditemui aliran dari kandung kemih ke usus. Gejala klinis dari fistula juga dikaitkan dengan penyebabnya, nyeri perut seringkali ditemukan pada penyakit crohn, tetapi kurang dari 30% yang ditemukan adanya masa di abdominal.
Diagnosis dari fistula enterovesical sendiri harus membutuhkan suatu indeks perkiraan yang tinggi dan dengan evaluasi status urologis yang penting untuk mencegah terjadinya komplikasi pada kemudian hari.
G. Pemeriksaan Penunjang
Fistula enterovesikal sangat sulit dideteksi dengan pemeriksaan radoigrafis konventional, karena tidak bisa menunjukkan secara pasti adanya fistula enterovesical. CT scan adalah suatu metode yang sangat sensitive dan tidak invasif yang sangat akurat untuk menegakkan diagnosa adanya fistula. Sekitar 20 kasus fistula dapat dideteksi dengan pemeriksaan ini. Dengan CT dapat terlihat udara intravesical, suatu passase kontras baik itu yang dimasukkan lewat oral ataupun anal ke dalam buli-buli, penebalan dinding dari buli itu sendiri, penebalan dinding dari saluran pencernaan, ataupun suatu masa ekstraluminal yang dicurigai berisi udara. Pada intinya adalah CT Scan merupakan gold standar untuk Menegakkan diagnosis adanya fistula enterovesical.
nn Namun ada cara sederhana untuk memeriksa fistula enterovesika, yaitu dengan menggunakan bubuk norit. Pasien diminta untuk memakan bubuk norit tersebut, jika pada urine berwarna hitam berarti ada saluran abnorman yang menghubungkan antara kandung kemih dan usus.
H. Terapi
1. Mengistirahatkan Usus dan hyperalimentation
Berikan nutrisi parenteral secara total, sehingga fistula enterovesical dapat menutup
2. Terapi Medis
a. Dapat digunakan untuk fistula enterovesical sekunder pada penyakit crohn.
b. Penggunaan kortikosteroid, sulfasalazine dan antibiotik dapat mengakibatkan resolusi spontan.
3. Tindakan bedah
Dilakukan satu atau beberapa tahap;
a. Tergantung ada tidaknya
1) Inflamasi
2) Keganasan
3) Berdekatan dengan organ yang terkena
b. Tindakan bedah meliputi laparatomi, memisahkan kandung kemih dengan usus, eksisi saluran fistula dan menutup dasar viscera.
c. Sistectomi sebagian atau reseksi usus mungkin diperlukan.
d. Menempatkan jaringan yang tervaskularisasi dengan baik seperti omentum diantara usus dan kandung kemih dapat mempercepat penyembuhan dan mencegah rekurensi.
BAB III
KESIMPULAN
Fistula enterovesikal adalah suatu hubungan abnormal yang menghubungkan antara vesika urinaria dan traktus intestinalis (colon, ileum, rektum, apendix dsb). Penyebab terjadinya fistula enterovesikal bervariasi, divertikel mengakibatkan terjadinya fistula colovesical, penyakit neoplastik (adenocarcinoma colon, karsinoma buli dsb) menyebabkan fistula rectovesical, Crohn disease menyebabkan fistula ileovesical, Apendisitis juga ditengarai bisa menyebabkan fistula apendivesical, Inflamation Bowel Disease, terapi radiasi, juga karena proses trauma bisa jadi menjadi faktor lain penyebab terjadinya fistula ini.
Gejala klinis pada penyakit fistula enterovesikal yang paling sering yaitu nyeri suprapubik, dysuria, fecaluria, hematuria, penurunan berat badan, pneumaturia. Gejala lain tapi jarang terjadi adalah demam, diare, perdarahan rectum. Pemeriksaan laboratorium yang dapat diperoleh adanya anemia, leukositosis. Dan kultur urin menunjukkan adanya mikroorganisme ( Streptococcus viridians, Escheriaca coli dsb). Prosedur diagnosis paling akurat untuk fistula enterovesical adalah dengan menggunakan CT Scan.
Modalitas terapi pada penyakit ini bervariasi juga tergantung pada seberapa fistula ini menimbulkan gejala sistemik. Terapi koonservatif dan medikamentosa kadang perlu untuk mengurangi gejala yang ada. Akan tetapi terapi yang terpilih untuk saat ini adalah dengan pembedahan, tetapi harus dicermati juga adanya inflamasi, keganasan, dan organ-organ yang berada di sekitarnya.
DAFTAR PUSTAKA
19 Maret 2009
Anonim, 2006. http://www.nzma.org.nz/journal/120-1258/2634/
19 Maret 2009
Decter, Ross et all. 1998.Colovesical Fistula Resulting From a Perforated Colonic Duplication. Pediatric Official Journal of The American Academy.
.
Goldman, et all. 1995. CT Diagnosis of Enterovesical Fistulae. American Roentgen Ray Soceity.
http://www.arrs.org/content/full/34/ 19 Maret 2009.
Losco, G et all. 2003.Caecovesical fistula: a rare manifestation of carcinoma of the caecum.
Weng, Ju. 2006. Incidental Finding of a Rectovesical on Bone Scan. Departement of Nuclear Medicine Chun Seng Medical University.
http://www.annucleimed./csmu/content. 19 Maret 2009
No comments:
Post a Comment