Kanker Serviks





KANKER SERVIKS
TINJAUAN TEORI

A.   Kanker Serviks
1.    Pengertian
                                Menurut (Diananda, 2008) cancer cerviks atau kanker pada mulut rahim adalah kanker yang terjadi pada serviks uterus,suatu daerah pada organ reproduksi wanita yang merupakan pintu masuk kearah rahim yang terletak antara rahim (uterus) dengan liang sanggama (vagina).
                        Sedangkan menurut (Manuaba, 2002) kanker serviks adalah penyakit akibat tumor ganas pada daerah mulut rahim sebagai akibat dari adanya pertumbuhan jaringan yang tidak terkontrol dan merusak jaringan normal di sekitarnya. Perkembangan keganasan mulut rahim berjalan sangat lambat, tetapi ironisnya sebagian besar kedatangan penderita sudah dalam stadium lanjut, sehingga pengobatan tidak memuaskan



2.    Etiologi dan Faktor Resiko
            Menurut (Alan and Nathan, 2007) faktor risiko epidemiologis terbesar untuk kanker serviks yaitu infeksi Human Papiloma Virus (HPV), yang merupakan awal dari perkembangan neoplasi leher rahim. HPV DNA ditemukan pada 99,7% dari seluruh karsinoma leher rahim. Tipe HPV 16 ialah yang paling sering ditemukan pada jenis karsinoma sel skuamosa dan tipe HPV 18 paling sering ditemukan pada adenokarsinoma. Faktor risiko lain yang berkaitan ialah keadaan imunosupresi, infeksi HIV atau memiliki riwayat terkena penyakit menular seksual, merokok, paritas tinggi dan penggunaan kontrasepsi oral.

            Etiologi kanker serviks menurut (Sjamsuddin, 2001) adalah sebagai berikut:
a.    Perilaku seksual
      Banyak faktor yang disebut-sebut mempengaruhi terjadinya kanker serviks. Telaah pada berbagai penelitian epidemiologi menunjukkan bahwa golongan wanita yang mulai melakukan hubungan seksual pada usia kurang dari 20 tahun atau mempunyai pasangan seksual yang berganti-ganti lebih beresiko untuk menderita kanker serviks. Tinjauan kepustakaan mengenai etiologi kanker serviks menunjukkan bahwa faktor resiko lain yang penting adalah hubungan seksual suami dengan wanita tuna susila (WTS) dan dari sumber itu membawa penyebab kanker (karsinogen) kepada istrinya. Data epidemiologi yang tersusun sampai akhir abad 20, menyikap kemungkinan adanya hubungan antara kanker serviks dengan agen yang dapat menimbulkan infeksi.Karsinogen ini bekerja di daerah transformasi, menghasilkan suatu gradasi kelainan permulaan keganasan, dan paling berbahaya bila terpapar dalam waktu 10 tahun setelah menarche.Keterlibatan peranan pria terlihat dari adanya korelasi antara kejadian kanker serviks dengan kanker penis di wilayah tertentu. Lebih jauh meningkatnya kejadian tumor pada wanita monogami yang suaminya sering berhubungan seksual dengan banyak wanita lain menimbulkan konsep “Pria Beresiko Tinggi” sebagai vektor dari agen yang dapat menimbulkan infeksi.
      Banyak penyebab yang dapat menimbulkan kanker serviks, tetapi penyakit ini sebaiknya digolongkan ke dalam penyakit akibat hubungan seksual (PHS).Penyakit kelamin dan keganasan serviks keduanya saling berkaitan secara bebas, dan diduga terdapat korelasi non-kausal antara beberapa penyakit akibat hubungan seksual dengan kanker serviks.

b.    Kontrasepsi
      Kondom dan diafragma dapat memberikan perlindungan. Kontrasepsi oral yang dipakai dalam jangka panjang yaitu lebih dari 5 tahun dapat meningkatkan resiko relatif 1,53 kali. WHO melaporkan resiko relatif pada pemakaian kontrasepsi oral sebesar 1,9 kali dan meningkat sesuai dengan lamanya pemakaian

c.    Merokok
      Tembakau mengandung bahan-bahan karsinogen baik yang dihisap sebagai rokok/sigaret atau dikunyah.Asap rokok menghasilkan polycyclic aromatic hydrocarbon heterocyclic nitrosamines. Pada wanita perokok konsentrasi nikotin pada getah serviks 56 kali lebih tinggi dibandingkan di dalam serum.Efek langsung bahan-bahan tersebut pada serviks adalah menurunkan status imun lokal sehingga dapat menjadi kokarsinogen infeksi virus

d.    Nutrisi
      Banyak sayur dan buah mengandung bahan-bahan antioksidan dan berkhasiat mencegah kanker misalnya alvokat, brokoli, kol, wortel, jeruk, anggur, bawang, bayam, tomat. Dari beberapa penelitian ternyata defisiensi asam folat (folic acid), vitamin C, vitamin E, beta karoten/retinol dihubungkan dengan dengan peningkatan resiko kanker serviks. Vitamin E, vitamin C dan beta karoten mempunyai khasiat antioksidan yang kuat.
      Antioksidan dapat melindungi DNA/RNA terhadap pengaruh buruk radikal bebas yang terbentuk akibat oksidasi karsinogen bahan kimia.Vitamin E banyak terdapat dalam minyak nabati (kedelai, jagung, biji-bijian dan kacang-kacangan).Vitamin C banyak terdapat dalam sayur-sayuran dan buah-buahan


3.    Gejala Kanker Serviks
            Gejala Perubahan prekanker pada serviks biasanya tidak menimbulkan gejala dan perubahan ini tidak terdeteksi kecuali jika wanita tersebut menjalani pemeriksaan panggul dan Pap smear (Calvagna, 2007).
            Gejala biasanya baru muncul ketika sel serviks yang abnormal berubah menjadi keganasan dan menyusup ke jaringan di sekitarnya. Pada saat ini menurut (Calvagna, 2007) akan timbul gejala seperti berikut:
a.    Perdarahan vagina yang abnormal, terutama diantara 2 menstruasi, setelah melakukan hubungan seksual dan setelah menopause
b.    Menstruasi abnormal (lebih lama dan lebih banyak)
c.    Keputihan yang menetap, dengan cairan yang encer, berwarna pink, coklat, mengandung darah atau hitam serta berbau busuk

            Gejala dari kanker serviks stadium lanjut  menurut (Calvagna, 2007) antara lain:
a.    Nafsu makan berkurang, penurunan berat badan, kelelahan
b.    Nyeri panggul, punggung atau tungkai
c.    Dari vagina keluar air kemih atau tinja
d.    Patah tulang (fraktur).

            Menurut (Calvagna, 2007) perubahan awal yang terjadi pada sel leher rahim tidak selalu merupakan suatu tanda-tanda kanker. Pemeriksaan Pap smear yang teratur sangat diperlukan untuk mengetahui lebih dini adanya perubahan awal dari sel-sel kanker. Perubahan sel-sel kanker selanjutnya dapat menyebabkan perdarahan setelah aktivitas sexual atau diantara masa menstruasi.
            Keputihan merupakan gejala yang sering ditemukan. Getah yang keluar dari vagina ini makin lama akan berbau busuk akibat infeksi dan nekrosis jaringan. Dalam hal demikian, pertumbuhan tumor menjadi ulseratif. Perdarahan yang dialami segera sehabis senggama (disebut sebagai perdarahan kontak) merupakan gejala karsinoma serviks (75-80%) (Calvagna, 2007).
            Perdarahan yang timbul akibat terbukanya pembuluh darah makin lama akan lebih sering terjadi, juga diluar senggama (perdarahan spontan). Perdarahan spontan umumnya terjadi pada tingkat klinik yang lebih lanjut (II atau III), terutama pada tumor yang bersifat eksofitik. Pada wanita usia lanjut yang sudah menopause bilaman mengidap kanker serviks sering terlambat datang meminta pertolongan. Perdarahan sponta saat defekasi akibat tergesernya tumor eksofitik dari serviks oleh skibala, memaksa mereka datang ke dokter.Adanya perdarahan spontan pervaginam saat berdefekasi, perlu dicurigai kemungkinan adanya karsinoma serviks tingkat lanjut.Adanya bau busuk yang khas memperkuat dugaan adanya karsinoma.Anemia yang menyertai sebagai akibat perdarahan pervaginam yang berulang.Rasa nyeri akibat infiltrasi sel tumor ke serabut saraf, memerlukan pembiusan umum untuk dapat melakukan pemeriksaan dalam yang cermat, khususnya pada lumen vagina yang sempit dan dinding yang sklerotik dan meradang (Calvagna, 2007).
            Gejala lain yang dapat timbul ialah gejala-gejala yang disebabkan oleh metastasis jauh. Sebelum tingkat akhir (terminal stage), penderita meninggal akibat perdarahan yang eksesif, kegagalan faal ginjal (CRF=Chronic Renal Failure) akibat infiltrasi tumor ke ureter sebelum memasuki kadung kemih, yang menyebabkan obstruksi total. Membuat diagnosis karsinoma serviks uterus yang klinis sudah agak lanjut tidaklah sulit. Yang menjadi masalah ialah bagaimana mendiagnosis dalam tingkat yang sangat awal, misalnya dalam tingkat pra-invasif, lebih baik bila mendiagnosisnya dalam tingkatan pra-maligna (displasia/diskariosis serviks) (Calvagna, 2007).

4.    Diagnosis
                        Menurut (Calvagna, 2007) diagnosis ditegakkan berdasarkan gejala dan hasil        pemeriksaan berikut:
a.    Pap smear.
      Pap smear dapat mendeteksi sampai 90% kasus kanker serviks secara akurat dan dengan biaya yang tidak terlalu mahal.Akibatnya angka kematian akibat kanker servikspun menurun sampai lebih dari 50%.Setiap wanita yang telah aktif secara seksual atau usianya telah mencapai 18 tahun, sebaiknya menjalani Pap smear secara teratur yaitu 1 kali/tahun.Jika selama 3 kali berturut-turut menunjukkan hasil yang normal, Pap smear bisa dilakukan 1 kali/2-3tahun.
                 Hasil pemeriksaan Pap smear menunjukkan stadium dari kanker serviks:
1)    Normal.
2)    Displasia ringan (perubahan dini yang belum bersifat ganas).
3)    Displasia berat (perubahan lanjut yang belum bersifat ganas).
4)    Karsinoma in situ (kanker yang terbatas pada lapisan serviks paling luar)
5)    Kanker invasif (kanker telah menyebar ke lapisan serviks yang lebih dalam atau ke organ tubuh lainnya).

b.    Biopsi.
      Biopsi  dilakukan  jika  pada  pemeriksaan  panggul  tampak  suatu pertumbuhan atau  luka pada serviks, atau  jika Pap smear menunjukkan suatu abnormalitas atau kanker

c.    Kolposkop.
      Kolposkop adalah suatu alat semacam mikroskop binocular yang mempergunakan sinar yang kuat dengan pembesaran yang tinggi. Jika area yang abnormal sudah terlokalisasi, dokter akan mengambil sampel pada jaringan tersebut (melakukan biopsi) untuk kemudian dikirim ke lab guna pemeriksaan yang mendetail dan akurat. Pengobatan akan sangat tergantung sekali pada hasil pemeriksaan kolposkopi anda.

d.    Tes Schiller.
     Serviks diolesi dengan lauran yodium, sel yang sehat warnanya akan berubah menjadi coklat, sedangkan sel yang abnormal warnanya menjadi putih atau kuning. Untuk membantu menentukan stadium kanker, dilakukan beberapa pemeriksan berikut:
1)    Sistoskopi
2)    Rontgen dada
3)    Urografi intravena
4)    Sigmoidoskopi
5)    Skening tulang dan hati
6)    Barium enema
 
5.    Klasifikasi dan Stadium Stadium Kanker serviks
            Menurut (Benedet et al., 2006) klasifikasi dan stadium kanker serviks adalah sebagai berikut:



 






















6.    Penatalaksanaan
            Menurut buku Bagian Obstetri & Ginekologi FK. Unpad(1993) penatalaksanaan kanker serviks adalah sebagai berikut:
a.    Histerektomi : suatu tindakan pembedahan yang bertujuan mengangkat uterus dan serviks (total) atau salah satunya. Biasanya dilakukan pada stadium Ia – Iia. Umur klien sebaiknya sebelum menopause atau bila keadaan umum baik. Dapat juga pada umur kurang dari 65 tahun. Pasien harus bebas dari penyakit resiko tinggi seperti penyakit jantung, ginjal dan hepar.
b.    Radiasi : untuk merusak sel tumor pada serviks serta mematikan parametrial dan nodus limpa padapelvik. Biasanya dilakukan pada stadium IIb, III, dan IV. Metode radioterapi disesuaikan dengan tujuan kuratif atau paliatif. Untuk tujuan pengobatan kuratif diperlukan metode radiasi gabungan antara brakhiterapi (radiasi intraktiver) dan telerterapi (radiasi eksternal). Biasanya dlakukan pada stadium I – IIIb. Bila ca sudah keluar roga panggul maka radioterapi hanya bersifat paliatif yang diberikan secara selektif pada stadium  IVa.
c.    Khemoterapi : pemberian obat melalui infuse, tablet atau intramuskuler. Obat yang diberikan adalah cisplatin, carboplatin, Cylophopnopamide Adreamycin Platamin (CAP), Platamin Veble Bloemycin (PVB), dan lain-lain
             
                        Berdasarkan stadiumnya penatalaksanaan kanker serviks adalah sebagai             berikut:
a.    Stadium pre invasif (Stadium 0)
      Menurut (Ozols et al., 2001) pasien dengan lesi skuamosa invasif dapat diobati dengan terapi ablatif dangkal (cryosurgery atau terapi laser) atau dengan eksisi loop jika: 1. 2. 3. 4. Seluruh zona transformasi telah divisualisasikan dengan kolposkopi Hasil biopsi sesuai dengan hasil pap smear Temuan kuretase endoserviks negatif Tidak ada kecurigaan dari invasi pada pemeriksaan sitologi maupun kolposkopi Jika pasien tidak memenuhi kriteria, harus dilakukan konisasi.
b.    Tahap karsinoma mikroinvasif (Stadium IA)
      Menurut (Ozols et al., 2001) pengobatan standar untuk stadium IA1 adalah histerektomi total atau histerektomi vagina. Diseksi kelenjar getah getah bening pelvis tidak dianjurkan karena resiko metastasisnya kurang dari 1%.
      Indikasi histerektomi menurut (Perroy dan Kotz, 2010) adalah wanita yang sudah cukup anak tanpa adanya invasi limfovaskular, sedangkan pada wanita yang masih ingin mempertahankan kesuburan, terapi yang adekuat adalah konisasi dengan simple margin.Untuk pasien dengan stadium IA2, resiko metastasi kelenjar getah beningnya sebesar 5%.
      Oleh karena itu harus dilakukan limfadenektomi pelvis bilateral (Ozols et al., 2001).
      Walaupun terapi pembedahan merupakan standar untuk karsinoma in situ dan karsinoma mikroinvasif, pasien dengan masalah medis berat atau kontra indikasi lain dapat diobati dengan radioterapi (Ozols et al., 2001).
c.    Stadium IB dan IIA
      Karsinoma serviks di awal stadium IB dapat diobati secara efektif dengan gabungan external beam irradiation dan brachiterapi atau dengan histerektomi radikal dan limfadenektomi pelvis bilateral.Tujuan dari kedua perlakukan tersebut adalah untuk menghancurkan sel-sel ganas di leher rahim, jaringan paraservikal, dan kelenjar getah bening regional.Tingkat kelangsungan hidup pada pasien yang diterapi dengan pembedahan maupun radiasi biasanya berkisar antara 80% dan 90%.Hal ini menunjukkan bahwa kedua terapi sama-sama efektif (Ozols et al., 2001).
      Menurut (Ozols et al., 2001) pembedahan cenderung lebih disukai wanita muda dengan tumor kecil karena fungsi ovarium masih terjaga. Sedangkan wanita usia tua, wanita pasca menopouse cenderung memilih radioterapi untuk menghindari morbiditas dan prosedur pembedahan besar.

d.    Stadium IIB, III, dan IVA
      Menurut (Ozols et al., 2001) radioterapi merupakan pengobatan lokal utama untuk kebanyakan pasien dengan karsinoma invasif lanjut. Keberhasilan pengobatan tergantung pada keseimbangan antara external beam irradiation dan brachiterapi, mengoptimalkan dosis untuk tumor dan jaringan normal serta durasi keseluruhan pengobatan. External beam irradiation berguna untuk memberikan dosis homogen untuk karsinoma serviks primer serta jaringan yang berpotensi sebagai tempat penyebaran tumor

e.    Stadium IVB
      Menurut (Ozols et al., 2001) pasien yang sudah mencapai stadium IVB sebagian besar tidak dapat disembuhkan.Perawatan pasien pada tahap ini harus menekan gejala secara paliatif dengan obat nyeri serta radioterapi lokal.Sel tumor mungkin bisa merespon kemoterapi, namun biasanya responnya singkat.
      Beberapa kemoterapi paliatif yang sering digunakan adalah cisplatin, carboplatin, ifosfamide, placitaxel, irinotecan, vinorelbine, dan gemcitabine (Perroy dan Kotz, 2010).
      Cisplatin membunuh sel pada semua siklus pertumbuhannya, menghambat biosintesis DNA dan berikatan dengan DNA membentuk ikatan silang (cross linking).Tempat ikatan utama adalah N7 pada guanin, namun juga terbentuk ikatan       kovalen dengan adenin dan sitosin.Efek samping utama cisplatin adalah     nefrotoksisitas.Hidrasi yang cukup dengan garam fisiologis atau manitol penting       untuk mengurangi nefrotroksisitas (Nafrialdi dan Gan, 2007).
      Dosis terapinya 50 mg/m2 intravena setiap hari selama 3 minggu (Perroy dan Kotz,          2010). Nedaplatin adalah derivat dari cisplatin dengan efektivitas yang sama, dengan             efek samping nefrotoksis dan gastrointestinal toksis lebih rendah (Mabuchi dan          Kimura, 2010).

7.    Prognosis
            Menurut (Alan dan Nathan, 2007) faktor prognostik yang mempengaruhi ketahan hidup yaitu, stadium, keadaan kelenjar limfe, ukuran tumor dan kedalaman invasi ke dalam stroma serviks, invasi pembuluh darah limfe serta perluasan dan juga tipe dan derajat gambaran histologinya. Sebagai contoh, setelah operasi radikal pasien dengan stadium penyakit IB atau IIA memiliki ketahanan hidup 5 tahun sekitar 88-96 tanpa keterlibatan kelenjar limfe, dibanding dengan 64-73% pada pasien dengan metastase ke kelenjar limfe.

B.   Konsep Asuhan Keperawatan
Proses keperawatan adalah tindakan yang dilakukan secara sistematik untuk menentukan masalah pasien, membuat perencanaan untuk mengatasinya, melaksanakan rencana itu atau menugaskan orang lain untuk melaksanakan atau mengevaluasi keberhasilan secara efektif akan masalah yang diatasinya.
Asuahan keperawatan dilakukan dengan menggunakan pendekatan proses    keperawatan untuk meningkatkan, mencegah, mengatasi, dan memulihkan         kesehatan melalui 4 tahap proses keperawatan yang terdiri dari :
1.    Pengkajian (assessment)
2.    perencanaan (planning)
3.    Pelaksanaan (implementasi)
4.    Penilaian (evaluasi)
masing-masing berkesinambungan serta memerlukan kecakapan keterampilan         tenaga keperawatan.
Proses keperawatan adalah cara pendekatan sistematis yang diterapkan dalam         pelaksanaan fungsi keperawatan. Ide pendekatan yang dimiliki karakteristik,         sistematis, bertujuan, interaksi, dinamis, dan ilmiah.

1.    Pengkajian keperawatan
Hal-hal yang perlu dikaji dalam keperawatan menurut Doengoes (2001) :
a.    Identitas pasien.
Biodata pasien meliputi nama, umur, jenis kelamin, suku, pendidikan, pekerjaan, agama, dan alamat.
b.    Riwayat kesehatan sekarang.
1)    Riwayat kesehatan yang lalutentang penyakit yang berhubungan dengan kanker seperti endodermis, diabetes, hipertensi, jantung, mioma. Dikaji juga tentang penggunaan estrogen lebih dari 3 tahun.
2)    Riwayat kesehatan saat ini yaitu keluhan sampai saat klien pergi kerumah sakit seperti terjadinya pendarahan pervagina diluar siklus haid, pendarahan post koitus, nyeri pada abdomen, amenorrhoe dan hipernorrhoe, pengeluaran cairan vagina yang berbau.
3)    Riwayat kesehatan keluarga yaitu tentang anggota keluarga yang pernah mengalami penyakit yang sama.
4)    Riwayat tumbuh kembang yaitu meliputi usia pertama kali melakukan hubungan seks, menarche, banyaknya kehamilan dan melahirkan, lama dan siklus haid, usia pertama kali menikah, adanya pasangan yang lebih dari satu, beberapa kali menikah dan bagaimana perkembangan klien pada saat ini.
5)    Riwayat psikososial yaitu tentang penerimaan klien terhadap penyakitnya serta harapan terhadap pengobatan yang akan dijalani, hubungan dengan suami/keluarga terhadap klien dari sumber keuangan. Konsep diri klien meliputi gambaran diri peran dan identitas. Kaji juga ekspresi wajah klien yang murung atau sedih serta keluhan klien yang merasa tidak berguna atau menyusahkan orang lain.
6)    Riwayat kebiasaan sehari-hari meliputi pemenuhan kebutuhan nutrisi, elimenasi, aktivitas klien sehari-hari, pemenuhan kebutuhan istirahat dan tidur.
c.    Pemeriksaan fisik, meliputi :
1)    Keadaan umum, meliputi : kesadaran, tensi, nadi, pernafasan, suhu, tinggi badan, dan berat badan.
2)    Inspeksi :
a)    Kepala : Rambut rontok, mudah tercabut, warna rambut.
b)    Mata : Konjungtiva pucat, icterus pada skelera.
c)    Leher : Pembesaran kelenjar limfe, bendungan vena jugularis.
d)    Payudara : Kesimetrisan, bentuk adanya  massa.
e)    Dada : Kesimetrian, ekspansi dada, tarikan dinding dada pada inspirasi, frekuensi pernafasan.
f)     Abdomen : Terdapat luka operasi, bentuk, warna kulit, pelebaran vena-vena abdomen, nampak pembesaran, striae.
g)    Genetalia : Sekret, keputihan, peradangan, pendaahan, lesi.
h)    Ekstermitas : Oedema, atrofi, hipertrofi, tonus dan kekuatan otot.
3)    Palpasi :
a)    Leher : pembesaran kelenjar limfe leher dan kelenjar limfe sub mandibularis.
b)    Payudara : teraba massa abnormal, nyeri tekan.
c)    Abdomen : teraba massa, ukuran dan konsistensi massa, nyeri tekan, perabaan hepar, ginjal dan limfe.
4)    Perkusi :
a)    Abdomen : hipertympani, tympani, redup, pekak, batas-batas hepar.
b)    Refleks fisiologi dan patologis.
5)     Auskultasi :
Abdomen, meliputi peristaltik usus, bising aorta abdominalis, arteri
      renalis dan arteri iliaca.
6)    Riwayat psikososial klien meliputi reaksi emosional setelah diagnosa penyakit diketahui : ibu menginginkan mendapatkan pertolongan dokter.
7)    Pola kegiatan sehari-hari meliputi : riwayat kebiasaan makanan : hari yang meliputi pemenuhan kebutuhan nutrisi, eliminasi (BAB/BAK) aktivitas klien sehari-hari, pemenuhan kebetuhan istirahat dan tidur, rekreasi dan olah raga.
8)    Pemeriksaan penunjang.
a)      Pap smear
b)      Biopsi
c)      Kolposkopi
d)      Laboratorium
e)      Radiologi
f)       Tes Schiler, ditambah pemeriksaan lainnya.
g)      Pemeriksaan hematology (Hb, Ht, lekosit, trombosit, LED, golongan darah, masa peredaran dan masa pembekuan)
h)      Pemeriksaan biokimia darah meliputi SGOt dan SGPT.
i)        Pemeriksaan kardiovaskulr, antara lain EKG.
j)        Pemeriksaan system respiratorius dan urologi serta tes alergi terhadap obat.

2.    DIAGNOSA KEPERAWATAN
Diagnosa keperawatan yang bisa muncul menurut Doengoes (2001)
a.    Nyeri akut sedang yang berhubungan dengan proses inflamasi sekunder akibat metastase kanker
b.   Gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit yang berhubungan dengan gangguan mekanisme regulator ginjal sekunder akibat penurunan fungsi ginjal
c.   Pemenuhan nutrisi kurang dari kebutuhan yang berhubungan dengan anorexia sekunder akibat mual dan muntah
d.   Intoleransi aktivitas yang berhubungan dengan gangguan tranport oksigen sekunder akibat anemia
e.   Ideal diri kurang realistis yang berhubungan dengan kurangnya pengetahuan tentang prognosis kasus Ca Cerviks stadium III B
f.    Gangguan pemenuhan kebutuhan istirahat tidur yang berhubungan dengan sering terbangun sekunder akibat nyeri yang menganggu.
g.   Resiko mekanisme koping tidak efektif yang berhubungan dengan kurangnya pengetahuan tentang kasus Ca Cerviks.
3.    RENCANA TINDAKAN
a.    Diagnosa keperawatan 1 (Nyeri)
Tujuan
Klien mampu beradaptasi terhadap nyeri setelah diberikan intervensi
Kriteria Hasil
1)      Wajah klien tampak lebih rilek
2)      skala nyeri menurun
3)      Klien mampu beristirahat
Intervensi
1)     Kaji tingkat nyeri dengan skala 1 – 10.
2)     Berikan analgesik sesuai program.
3)     Diskusikan dengan klien tentang metode yg paling  efektif untuk mengurangi nyeri dan ajarkan klien tehnik mengurangi/ menghilangkan nyeri seperti : tehnik relaksasi, rubah posisi, pola pernapasan  lingkungan yang tenang dan nyaman.
4)     Jelaskan tentang penyebab nyeri dan hal yang dapat mengurangi atau memperberatnya
5)     Atur posisi yang nyaman, ciptakan suasana yang terapeutik
b.    Diagnosa keperawatan 2 (keseimbangan cairan dan elektrolit)
Tujuan
Klien tidak mengalami gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit selama perawatan
Kriteria Hasil
1)          Klien tidak mengalami edema / penambahan BB
2)          Intake dan output klien seimbang
3)          Produksi urine minimal 30cc/jam
4)          Memperlihatkan penurunan edema
5)          Klien mengetahui penyebab edema
Intervensi
1)     Observasi intake dan output klien, produksi urine/24 jam, gejala edema dan sesak.
2)     Jelaskan pada klien penyebab edema dan metode pencegahanya
3)     Mutivasi klien untuk merubah posisi tiap 2 jam
4)     Diet RPRG
5)     Batasi cairan masuk sesuai dengan outputnya
6)     Kolaborasi terapi medis, parenteral
c.   Diagnosa keperawatan 8 (koping tidak efektif)
Tujuan
Setelah 4 kali pertemuan klien dapat mengungkapkan adaptasi penggunaan koping yang lebih efektif
Kriteria Hasil
1)      Mengungkapkan perasaan –perasaan yang berhubungan dengan keadaan emosional
2)      Dapat mengidentifikasi pola koping dan konsekuensi perilaku yang diakibatkanya
3)      Dapat mengidentifikasi kekuatan personal dan menerima dukungan melalui hubungan yang efektif
4)      Dapat membuat keputusan dan dilanjutkan dengan tindakan yang sesuai untuk mengubah situasi provokatif dalam lingkungan personal
Intervensi
1)      Jalin hubungan saling percaya
2)      Kaji status koping yang dimiliki klien
3)      Gali pengalaman masa lalu klien tentang penggunaan koping dalam menghadapi stressor
4)      Berikan pandangan yang realistis dalam menghadapi masalah klien, tunjukan bahwa kita peduli, jika klien pesimis berikan harapan yang realistis
5)      Jika klien dalam keadaan marah,pertahankan lingkungan denga stimuli yang rendah, perlihatkan sikap penerimaan, keiklasan dan jangan pedulikan kata-kata permusuhan.
6)      Mutivasi klien untuk evaluasi diri dari perilakunya sendiri
7)      Berikan bantuan untuk memecahkan masalah secara konstruktif.
8)      Bantu mengidentifikasi masalah yang tidak dapat dikontrol langsung dan bantu klien melakukan aktivitas reduksi stress untuk mengontrolnya.
9)      Gali kekuatan support sosial yang dimiliki klien
10)   Beri kesempatan klien ungkapkan prasaanya dan mengekspresikan perasaanya dalam menghadapi sakitnya.
11)   Tunjukkan sikap empaty dan caring saat klien mengungkapkan perasaanya.
12)   Ajarkan teknik relaksasi, tekankan pentingnya meluangkan waktu 15-20 menit untuk melakukannya.
13)   Berikan kesempatan belajar dan menggunakan terknik  penatalaksanaan stress
14)   Anjurkan keluarga untuk memberikan dukungan bagi klien
d.   Diagnosa keperawatan 5 (ideal diri kurang realistis)
Tujuan
Setelah 3 kali pertemuan klien mampu memiliki idela diri yang realistis dalam menyikapi penyakit yang dideritanya secara bertahap setelah pengetahuannya meningkat.
Kriteria Hasil
1)      Mengungkapkan peningkatan pengetahuan tentang Ca serviks
2)      Menunjukkan perilaku positif sesuai dengan kondisi dan arahan
3)      Tidak menunjukan perilaku negative
4)      Menunjukkan perubahan ekspresi yang berhubungan dengan    pemahaman         informasi yang baru
5)      Menginterigrasikan perilaku dalam aktivitas klien sesuai dengan peningkatan pengetahuan klien terhadap penyakitnya.
Intervensi
1)        Bina hubungan saling percaya dengan klien
2)        Beri kesempatan klien untuk ungkapkan perasaanya
3)        Gali pengetahuan klien tentang ca serviks
4)        Gali latar belakang yang mendukung pengetahuan klien terhadap pengetahuannya sekarang
5)        Gali perilaku yang biasa dilakukan klien sebagai respon dari sakitnya
6)        Jelaskan pada klien tentang ca serviks dengan memperhatikan ekspresi perilaku klien.
7)        Libatkan anggota keluarga untuk memberikan support pada klien
8)        Berikan reward positif terhadap perilaku klien yang positif.

e.    Nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan intake yang kurang.
Tujuan
Kebutuhan nutrisi  terpenuhi
Intervensi
1)      Kaji pola makan klien
2)       Anjurkan klien untuk makan dalam porsi kecil tapi sering.
3)      Anjurkan untuk ajak makan sayuran yang berwarna hijau.
4)      Timbang berat badan
5)      Libatkan keluarga dalam pemenuhan nutrisi klien

 









DAFTAR PUSTAKA

Alan.H and Nathan L. 2007. Premalignant and malignant disorders of uterine cervix dan chemotherapy for gynecologic cancer .In : Current Diagnosis & Treatment Obstetrics & Gynecology Tenth Edition. United States of America: McGrawHill Companies

Bagian Obstetri & Ginekologi FK. Unpad. 1993. Ginekologi. Elstar. Bandung
Benedet J. L., Hacker N. F., Ngan H. Y. S (editors). Staging classification and clinical practice guidelines of gynaecologic cancers. Int J Gynaecol Obstet 2000; 20:207. http://www.figo.org/content/PDF/staging-booklet.pdf

Calvagna M. 2007.Diagnosis of Cervical Cancer.American Cancer Society website.http://www.cancer.org (2 Mei 2011)

Mabuchi S., Kimura T. 2010. Nedaplatin: A Radiosensitizing Agent for Patient with Cervical Cancer. Department of Obstetrics and Gynaecology Osaka University School of Medicine

Marylin E. Doengoes, dkk. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan: Pedoman Untuk   Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien Edisi 3. Jakarta: Peneribit Buku Kedokteran EGC

Nafrialdi dan Gan S. 2007. Antikanker. Dalam: Gunawan S.G. (ed). Farmakologi dan Terapi.Edisi 5.Jakarta : Gaya Baru

Ozols R. F., Schawartz P. E., Eifel P. J. 2001. Ovarian Cancer, Fallopian Tube Carcinoma, and Peritoneal Carcinoma. In Devita V. T., Hellman S., Rosenberg S. A. Principle and Practice on Oncology 6th Ed. Williams & Wilkins Publishers

Perroy A. C., Kotz H. L. 2010. Cervical Cancer. In Abraham J., Allegra C. J., Gulley J. L., Gulley J. Bethesda Handbook of Clinical Oncology Third Edition. Philadelphia: Lippicott Williams & Wilkins

Sjamsuddin S. 2001. Pencegahan dan Deteksi Dini Kanker Serviks. Dalam: Cermin Dunia Kedokteran Edisi 133. Jakarta

No comments:

Post a Comment

Posting

LAPORAN PENDAHULUAN / TEORI ASUHAN KEPERAWATAN (ASKEP) PASIEN DENGAN STROKE HEMORAGIE

LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN (ASKEP) PASIEN DENGAN STROKE HEMORAGIE BAB I PENDAHULUAN        A.   Pengertian ...